welcome

WELCOME TO aqibmathic.blogspot.com

Rabu, 24 Juli 2013

contoh proposal penelitian pendidikan matematika



BAB II
LANDASAN TEORI
A.    Deskipsi Teori
1.      Metode INVACT
a.       Pengertian Metode INVACT
Metode INVACT (increase value activity) adalah metode penanaman nilai menggunakan berbagai aktivitas yang dilakukan sebelum kegiatan pembelajaran dimulai dan direfleksi aplikasi nilainya setelah kegiatan pembelajaran selesai. Metode ini merupakan salah satu cara untuk membentuk karakter siswa (Puji Trimaryanti : 2009).
b.      Karakteristik Metode Invact
Menurut Puji Trimaryanti (2009) karakterisitik dari  Metode INVACT (increase value activity) yaitu:
1.)    Aktivitas yang digunakan merupakan aktivitas yang mengandung nilai-nilai kehidupan.
2.)    Aktivitas bisa berupa permainan, menonton video, mendengarkan atau membaca cerita, menganalisis lagu secara sederhana, dan sebagainya.
3.)    Guru harus menyusun agenda tema untuk satu tahun. Guru harus menentukan karakter apa yang diharapkan muncul dalam satu tahun ajaran (goal = karakter utama). Karakter ini kemudian dipetakan menjadi beberapa karakter khusus yang membentuk karakter utama tersebut dimiliki oleh seseorang. Jumlah karakter khusus menyesuaikan kebijakan guru bisa dua, tiga, empat, dan sebagainya. Kemudian dari karakter khusus ini dicari nilai-nilai utama pembentuk karakter tersebut. Nilai utama ini yang akan menjadi payung nilai satu bulan atau bisa satu minggu. Dari nilai utama ini kemudian ditentukan nilai khusus yang akan diaplikasikan pada kegiatan pembelajaran. Misalnya selama satu minggu menggunakan nilai utama kerjasama maka hari pertama menggunakan nilai indahnya perbedaan, hari kedua bersahabat dengan semua teman, dan seterusnya.
4.)    Aktivitas yang dipilih disesuaikan dengan tema pada pertemuan tersebut.
5.)    Nilai dalam setiap kegiatan pembelajaran disesuaikan dengan nilai khusus yang sudah disepakati bersama. Misalnya tentang mencintai lingkungan, maka pada soal cerita pembelajaran Matematika menggunakan cerita-cerita yang berhubungan dengan pelestarian lingkungan.
6.)    Penemuan nilai dalam aktivitas dilakukan dengan diskusi bersama antara guru dan siswa. Guru harus melakukan banyak pancingan kepada siswa dalam diskusi supaya nilai yang disepakati bersama sesuai dengan tema pada pertemuan tersebut dan urutan tema dalam agenda.
7.)    Nilai yang dipilih akan menjadi tema nilai pertemuan satu hari tersebut. Di akhir kegiatan pembelajaran akan ada refleksi nilai. Siswa yang mengaplikasikan nilai tersebut selama satu hari akan mendapat bintang sedangkan siswa yang melanggar akan dikurangi bintangnya. Pada akhir semester atau akhir tahun ajaran bintang-bintang tersebut akan dihitung dan siswa tertentu (yang memiliki bintang terbanyak atau memenuhi jumlah bintang tertentu tergantung kebijakan guru) akan mencapat reward dari guru atau sekolah.
8.)    Sebisa mungkin guru harus mengawasi siswa selama kegiatan pembelajaran di sekolah dan memacu siswanya untuk jujur dalam kegiatan refleksi.
9.)    Guru memiliki buku catatan bintang untuk anak dan menyediakan reward untuk siswa yang disepakati akan mendapat reward (jumlah bintang terbanyak atau memenuhi jumlah tertentu tergantung kebijakan guru).
10.)                         Aktivitas dilakukan sebelum kegiatan pembelajaran dimulai. Aktivitas ini merupakan kegiatan di luar apersepsi.
11.)                         Waktu untuk aktivitas 10-15 menit sedangkan untuk refleksi 5-10 menit atau menyesuaikan kebijakan sekolah dan guru.
c.       Langkah-langkah Metode Invact
Menurut A. Kosasih Djahiri (1985) dalam Puji Trimaryanti (2011) langkah-langkah dari  Metode INVACT (increase value activity) yaitu:
1.)    Kegiaatan diawali dengan doa dan salam.
2.)    Siswa mendengarkan penjelasan guru tentang aktivitas yang akan dilakukan.
3.)    Siswa mengikuti instruksi guru untuk melakukan aktivitas.
4.)    Siswa dan guru berdiskusi untuk menentukan nilai apa yang akan disepakati bersama untuk menjadi tema nilai pada pertemuan satu hari tersebut.
5.)    Selama satu hari aplikasi dari nilai tersebut akan dilakukan siswa dan dimonitor guru maupun sesama siswa.
6.)    Setelah pembelajaran selesai dilakukan refleksi untuk menentukan siswa yang mendapat bintang atau dikurangi bintangnya serta nasehat dari guru.
7.)    Kegiatan diakhiri dengan salam dan doa.
d.      Kelebihan Metode Invact
1.)    Sistematis, memiliki tujuan yang jelas dan strategi yang tersusun di awal tahun.
2.)    Meningkatkan kebermaknaan kegiatan pembelajaran.
3.)    Strategis, secara tidak langsung masuk (include) dalam kegiatan pembelajaran.
4.)    Meningkatkan motivasi siswa. Karena mengawali kegiatan pembelajaran dengan aktivitas yang menyenangkan dan bernilai maka dapat menumbuhkan sikap “suka sekolah” bagi siswa.
5.)    Meningkatkan profesionalitas dan kreativitas guru dengan learning by do dalam menentukan nilai dan aktivitas yang akan dilakukan.
e.       Kekurangan Metode Invact
1.)    Menambah waktu kegiatan pembelajaran sekitar 20-30 menit sehingga siswa harus pulang lebih siang. Kemungkinan juga akan mengubah jadwal istirahat pembelajaran.
2.)    Menambah biaya operasional di sekolah.
3.)    Keefektifannya bergantung pada kedisiplinan guru dan siswa.
2.      Pendidikan Karakter
a.       Pengertian Pendidikan Karakter
Menurut Wyne (1991:128), kata karakter berasal dari bahasa Yunani  yang berarti ‘to mark’  (menandai), yang memfokuskan pada aplikasi nilai kebaikan dalam bentuk perilaku atau tindakan. Istilah karakter juga memiliki  kaitan dengan personality (kepribadian) seseorang, di mana seseorang dikatakan berkarakter jika sikap dan perilakunya sesuai dengan kaidah moral tertentu. Strom (2002) mendefinisikan karakter sebagai suatu gabungan dari atribut-atribut pola sikap dan perilaku yang terpadu untuk mengangkat identitas seseorang dan membedakan setiap individu dengan yang lainnya. Dari kedua pengertian  itu, paling tidak terdapat dua kata kunci yang termuat dalam karakter, yaitu: sikap (attitude) dan  perilaku (behavior).  
Pendidikan untuk menanamkan karakter pada anak dinamakan pendidikan karakter.  Buchori (2011) mengartikan pendidikan karakter sebagai bentuk pengendalian diri terhadap dua hal: pengendalian diri untuk melaksanakan apa yang menurut hati nurani harus dilaksanakan dan tak melaksanakan segala sesuatu yang menurut hati nurani tak boleh dilakukan. Dalam istilah agama, pengertian ini sejalan dengan takwa: menjalankan apa yang diperintahkan dan menjauhkan diri dari apa yang dilarang Tuhan. Dengan demikian, pendidikan karakter sebenarnya merupakan latihan takwa.
Pendidikan karakter di sekolah mengacu pada proses penanaman nilai, berupa pemahaman-pemahaman, tata cara merawat dan menghidupi nilai-nilai, serta bagaimana seorang siswa memiliki kesempatan untuk dapat melatihkan nilai-nilai tersebut secara nyata (Soeparno, 2002: 193).
Dr Thomas Lickona menyatakan; “pendidikan berkarakter adalah usaha sengaja untuk membantu orang memahami, peduli, dan bertindak berdasarkan nilai-nilai etika inti.” Sebagai pendidik yang berkarakter guru harus mempunyai visi dan misi untuk membentuk karakter siswa yang positif. Selama pembelajaran yang dilakukannya akan menuntun siswa agar bisa menilai benar salah satu nilai (value), mengerti yang baik dan yang buruk serta peduli apa yang benar harus dilakukan.

b.      Nilai-nilai Karakter
Kemendiknas (2010) mengidentifikasi 80 butir nilai-nilai karakter, dan ke-80 butir itu secara garis besar dihimpun ke dalam lima kelompok  (seperti disajikan Tabel 1). Kelima kelompok itu adalah nilai-nilai perilaku manusia terhadap Tuhan, nilai-nilai perilaku manusia terhadap diri sendiri, nilai-nilai perilaku manusia terhadap sesama manusia, nilai-nilai perilaku manusia terhadap lingkungan dan nilai-nilai kebangsaan.
Tabel 1
Taksonomi Nilai-nilai Karakter

No
Kategori
Nilai-nilai Karakter
1.
Nilai-nilai perilaku manusia terhadap Tuhan
Taat kepada Tuhan, syukur, ikhlas, sabar, tawakkal (berserah diri kepada Tuhan)
2.
Nilai-nilai perilaku manusia terhadap diri sendiri
Reflektif, percaya diri, rasional, logis, kritis, analistis, kreatif, inovatif, mandiri, hidup sehat, bertanggung jawab,  cinta ilmu, sabar, berhati-hati, rela berkorban, pemberani, dapat dipercaya, jujur, menepati janji, adil, rendah hati, malu berbuat salah, pemaaf, berhati lembut, setia, bekerja keras, tekun, ulet atau gigih, teliti, berinisiatif, berpikir positif, disiplin, antisipatif, inisiatif, visioner, bersahaja, bersemangat, dinamis, hemat, efisien, menghargai, dedikatif, pengendalian diri, produktif, ramah, cinta keindahan, sportif, tabah, terbuka, dan tertib.
3.
Nilai-nilai perilaku manusia terhadap sesama manusia
Taat peraturan,  toleran, peduli, kooperatif, demokratis, apresiatif, santun, bertanggung jawab, menghormati orang lain, menyayangi orang lain, pemurah (dermawan), mengajak berbuat baik, berbaik sangka, empati dan konstruktif
4.
Nilai-nilai perilaku manusia terhadap lingkungan
Peduli dan bertanggung jawab terhadap pelestarian, pemeliharaan dan pemanfaatan tumbuhan, binatang dan lingkungan alam sekitar
5.
Nilai-nilai kebangsaan
Cinta tanah air, cinta damai, tidak rasis, menjaga persatuan, memiliki semangat membela bangsa dan negara, berbahasa Indonesia dengan baik dan benar, bangga sebagai bangsa Indonesia, mencintai produk sendiri, mencintai seni sendiri, mencintai budaya sendiri, dan memiliki semangat berkontribusi kepada bangsa dan negara.

Dalam implementasi di lapangan, idealnya ke-80 butir nilai karakter tersebut dapat terinternalisasi secara utuh. Disadari bahwa memfasilitasi  semua nilai tersebut agar dapat terinternalisasi memang sangat berat. Oleh karena itu, guru dapat mengidentifikasi nilai-nilai pokok sebagai fokus internalisasi. Nilai-nilai yang dijadikan fokus tersebut dapat berupa nilai-nilai yang bersifat universal, sedangkan nilai-nilai lainnya dapat terinternalisasi secara otomatis sebagai dampak pengiring dari proses internalisasi nilai-nilai pokok tersebut.
Dalam struktur kurikulum, ada dua mata pelajaran yang terkait langsung dengan pengembangan karakter (khususnya budi pekerti dan akhlak mulia), yaitu pendidikan Agama dan PKn. Kedua mata pelajaran itu merupakan mata pelajaran yang secara langsung mengenalkan nilai-nilai, dan sampai taraf tertentu menjadikan peserta didik peduli dan menginternalisasi nilai-nilai. Pengintegrasian pendidikan karakter pada mata pelajaran lain (di luar pendidikan Agama dan PKn) lebih menekankan kepada penginternalisasian nilai-nilai melalui serangkaian kegiatan-kegiatan di dalam proses pembelajaran.  Tentu, hal itu  tanpa menafikan ada unsur-unsur pada mata pelajaran tertentu yang tanpa disadari mempengaruhi dalam pembentukan karakter anak, seperti dalam matematika. 
Berikut sebuah contoh nilai-nilai karakter yang dapat dikembangkan dari standar kompetensi lulusan (SKL) SMP/MTs. Subtansi nilai-nilai karakter yang mengacu SKL SMP/MTS tersebut diperlihatkan sebagaimana Tabel 2.
Tabel 2
Subtansi Nilai Karakter pada SKL SMP/MTS

No.
Rumusan SKL
Nilai-nilai Karakter
1.
Mengamalkan ajaran agama yang dianut sesuai dengan tahap perkembangan remaja
Iman dan taqwa
2.
Menunjukkan sikap percaya diri
Adil
3.
Mematuhi aturan-aturan sosial yang berlaku dalam lingkungan yang lebih luas
Disiplin
4.
Menghargai keberagaman agama, budaya, suku, ras, dan golongan sosial ekonomi dalam lingkungan nasional
Nasionalis
5.
Mencari dan menerapkan informasi dari lingkungan sekitar dan sumber-sumber lain secara logis, kritis, dan kreatif
Bernalar, kreatif
6.
Menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif
Bernalar,kreatif
7.
Menunjukkan kemampuan belajar secara mandiri sesuai dengan potensi yang dimilikinya
Gigih, tanggung jawab
8.
Menunjukkan kemampuan menganalisis dan
memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari
Bernalar
9.
Mendeskripsi gejala alam dan social
Terbuka, bernalar
10.
Memanfaatkan lingkungan secara bertanggung jawab
Tanggung jawab
11.
Menerapkan nilai-nilai kebersamaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara demi terwujudnya persatuan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia
Nasionalis, gotong ro-yong
12.
Menghargai karya seni dan budaya nasional
Peduli, nasionalis
13.
Menghargai tugas pekerjaan dan memiliki kemampuan untuk berkarya
Tanggung jawab, kreatif
14.
Menerapkan hidup bersih, sehat, bugar, aman, dan memanfaatkan waktu luang
Bersih dan sehat
15.
Berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan santun
Santun, bernalar
16.
Memahami hak dan kewajiban diri dan orang lain dalam pergaulan di masyarakat
Terbuka, tanggung jawab
17.
Menghargai adanya perbedaan pendapat
Terbuka, adil
18.
Menunjukkan kegemaran membaca dan menulis naskah pendek sederhana
Gigih, kreatif
19.
Menunjukkan keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris sederhana
Gigih, kreatif
20
Menguasai pengetahuan yang diperlukan untuk
mengikuti pendidikan menengah
Visioner, bernalar


c.       Nilai-nilai  Karakter  Pelajaran Matematika
Matematika terbentuk sebagai hasil pemikiran manusia yang berhubungan dengan ide, proses dan penalaran. Dengan bernalar, anak bisa  membedakan sesuatu yang baik dan buruk, bermanfaat atau tidak. Bahkan dengan bernalar, anak bisa mengambil tindakan dari permasalahan yang ada. Ada yang berpendapat hanya melaui kemampuan bernalar, karakter anak terbentuk.   “Benarkah kesimpulan ini?” Tentu jawabannya belum cukup. Kemampuan bernalar hanya menyentuh aspek pertama (moral knowing) dari tiga komponen karakter yang diuraikan sebelumnya.
Ada beberapa aspek dalam matematika bila diajarkan melalui perencanaan yang terarah, bimbingan yang ketat dari guru,  adanya keteladan guru, maka akan memberikan dampak terbentuknya nilai-nilai karakter pada diri anak. Soejadi (1999:129) berpendapat bahwa pelajaran matematika di sekolah dapat memberikan dampak material (akibat adanya penerapan matematika serta keterampilan matematika) dan formal (tertatanya nalar  serta terbentuknya karakter anak).  Keduanya akan bermuara pada terinternalisasinya nilai-nilai karakter  pada anak, seperti  sikap hemat, berpikir kritis, berpikir logis, berpikir inovatif, taat asas, jujur, gigih atau ulet, kreatif, teliti, tekun, dan berinisiatif.  Sebagian dari  nilai karakter di atas, akan diuraikan secara rinci  pada beberapa sub bagian berikut.
1.)    Kesepakatan
Sadar ataupun tidak, seorang anak yang mempelajari  matematika telah menggunakan kesepakatan-kesepakatan tertentu. Kesepakatan-kesepakatan itu dapat berupa simbol atau  lambang, istilah atau konsep, definisi, serta aksioma. Sebagai contoh, lambang bilangan yang selama ini digunakan  seperti 1, 2, 3, dst merupakan lambang yang disepakati. Kesepakatan itu tanpa disadari telah tertanam sejak seorang anak belajar di kelas satu SD atau bahkan di TK. Bilangan yang dilambangkan dengan 2 disepakati dan disebut dengan “dua.” Mengapa? Itulah yang ternyata selalu digunakan hingga sekarang.
Bagaimana peran kesepakatan dalam pergaulan di masyarakat? Sadar ataupun tidak, dalam kehidupan sehari-hari terdapat banyak kesepakatan-kesepakatan, baik yang tertulis maupun  tidak tertulis. Apabila seseorang berperilaku tidak sesuai dengan kesepakatan tertentu dalam masyarakat, tentulah ia dianggap sebagai melanggar suatu aturan. Dengan demikian, seorang anak yang dibiasakan belajar matematika yang penuh dengan kesepakatan yang harus ditaati, kiranya akan mudah memahami perlunya kesepakatan dalam kehidupan masyarakat. Inilah salah satu aspek matematika yang memiliki peran pembentukan karakter anak pada aspek  taat peraturan, malu berbuat salah, dan jujur.
2.)    Ketaatasasan
Yang dimaksud ketaatasaan atau konsistensi adalah tidak dibenarkannya muncul kontradiksi.  Bila pernyataan “Melalui satu titik P di luar garis a dapat dibuat tepat satu garis sejajar dengan a,” diterima sebagai hal yang benar, maka pernyataan “Jika garis a sejajar garis b dan garis p memotong garis a, maka garis p tidak memotong garis b,” harus dianggap salah.  Inilah salah satu contoh konsistensi dalam matematika.
Seorang anak yang terbiasa berpikir matematik, tidak terlalu sulit untuk memahami perlunya sikap konsisten dan tidak sulit melihat inkonsistensi yang terjadi dalam kehidupan. Bila sikap ini dipupuk dan dibiasakan pada anak selama belajar matematika, akan memberikan dampak bagi mereka bersikap jujur, menepati janji, dapat dipercaya, disiplin, dan tertib.
3.)    Semesta
Dalam matematika, terdapat simbol-simbol atau lambang-lambang yang berbentuk variabel, seperti x, y, z dan sebagainya. Apa makna lambang tersebut? Terserah kepada si pemakai, akan diberi makna apa. Mungkin diberi makna bilangan atau yang lain, sesuai dengan kebutuhan pemakai. Hal itu menunjukkan adanya lingkup pembicaraan yang dapat juga disebut sebagai semesta pembicaraan.
Dalam matematika, disadari atau tidak terdapat banyak permasalahan yang amat memperhatikan semesta. Bila semesta tidak diperhatikan, maka sangat besar kemungkinan jawab yang diberikan akan salah. Perhatikan contoh berikut: “Tulislah lambang bilangan asli yang sesuai pada titik-titik, sehingga kalimat menjadi benar: 5 + 2 x …. = 10!” Kalau tidak disadari semestanya, maka tidak mustahil anak akan menjawab 2,5. Benarkah? Tentulah jawaban ini salah karena 2,5 bukan merupakan anggota dari semesta yang diminta yakni bilangan asli. Jawaban yang benar adalah tidak ada bilangan asli yang memenuhi persamaan yang dimaksudkan.
Bagaimana penerapan keberadaan semesta dalam kehidupan sehari-hari? Tentulah tidak sulit, bahwa manusia di bumi ini diciptakan dalam kelompok-kelompok, menjadi berbangsa-bangsa, suku bangsa atau bahkan menjadi satuan organisasi. Dalam masing-masing kelompok tersebut, berlaku suatu aturan tertentu. Seseorang yang akan melakukan tindakan atau melontarkan kata-kata tertentu, perlu memperhatikan di mana dia berada atau di lingkup mana dia berada. Bila seseorang terbiasa dengan aturan matematika, maka mereka tidak sulit melakukan penyesuaian seperti halnya dampak yang diinginkan keterikatan semesta selama belajar matematika. Kemungkinan tidak terjadi peristiwa memalukan seperti yang terjadi pada konggres PSSI 20 Mei 2011 lalu, bila seluruh anggota konggres (termasuk pemegang suara) telah mempelajari matematika dengan benar. Bila statuta FIFA dianggap sebagai semestanya, maka semua akan tunduk dan mengikuti ketentuan yang digunakan untuk proses pemilihan pengurus PSSI.
Beberapa aspek atau unsur dalam matematika di atas, dalam proses belajar mengajar sering kali  tidak disadari secara penuh, dan kurang eksplisit. Sementara itu, tujuan dan manfaat pelajaran matematika tidak hanya aspek material (penerapan dan keterampilan) tetapi yang lebih penting adalah aspek formal. Aspek dan unsur penting itu, bila mendapat perhatian secara sungguh-sungguh dalam proses belajar mengajar akan semakin terasa adanya nilai-nilai karakter yang dapat dimunculkan.


B.     Kerangka Berpikir
Penguatan pendidikan moral (moral education) atau pendidikan karakter (character education)  dalam konteks sekarang sangat relevan untuk mengatasi krisis moral yang sedang melanda di negara kita. Krisis tersebut antara lain berupa meningkatnya pergaulan bebas, maraknya angka kekerasan anak-anak dan remaja, kejahatan terhadap teman, pencurian remaja, kebiasaan menyontek, penyalahgunaan obat-obatan, pornografi, dan perusakan milik orang lain sudah menjadi masalah sosial yang hingga saat ini belum dapat diatasi secara tuntas, oleh karena itu betapa pentingnya pendidikan karakter.
Menurut Lickona, karakter berkaitan dengan konsep moral (moral knonwing), sikap moral (moral felling), dan perilaku moral (moral behavior). Berdasarkan ketiga komponen ini dapat dinyatakanbahwa karakter yang baikdidukung oleh pengetahuan tentang kebaikan, keinginan untuk berbuat baik, dan melakukan perbuatan kebaikan. Bagan dibawah ini merupakan bagan kterkaitan ketiga kerangka pikir ini.
Salah satu metode yng telah diterapkan di jejnjang Sekolah Dasar (SD) yaitu Metode INVACT (increase value activity) . Dimana pada metode ini akan dapat meningktkan aktifitas  siswa dalam proses pembelajaran sehingga hal itu akan dapat terlihat bagaimana proses pengembangan karakter siswa.
Dalam penelitian ini Metode INVACT (increase value activity) tersebut akan diterapkan dijenjang SMP. Sehinga dapat dilihat  apakah efektif  Metode INVACT (increase value activity) ini diterapkan di SMP.

C.    Hipotesis Penelitian
Hipotesis yang muncul dalam penelitian ini adalah: “Ada Pengaruh Metode INVACT  (Increase Value Activity) terhadap pendidikan karakter siswa Kelas VII SMPN 15 Mataram Tahun Pelajaran 2013/2014”


Tugas Metodologi Penelitian, Pendidikan Matematika FKIP UNRAM

Tidak ada komentar: