welcome

WELCOME TO aqibmathic.blogspot.com

Jumat, 02 November 2012

TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Belajar adalah sebuah proses yang terjadi pada manusia dengan berpikir, merasa, dan bergerak untuk memahami setiap kenyataan yang diinginkannya untuk menghasilkan sebuah perilaku, pengetahuan, atau teknologi atau apapun yang berupa karya dan karsa manusia tersebut. Belajar berarti sebuah pembaharuan menuju pengembangan diri individu agar kehidupannya bisa lebih baik dari sebelumnya. Belajar pula bisa berarti adaptasi terhadap lingkungan dan interaksi seorang manusia dengan lingkungan tersebut.
Asumsi-asumsi yang melandasi program-program pendidikan seringkali tidak sejalan dengan hakekat belajar, hakekat orang yang belajar dan hakekat orang yang mengajar. Dunia pendidan, lebih khusus lagi dunia belajar, didekati degan paradigma yang tidak mampu menggambarkan hakekat belajar dan pembelajaran secara komprehensif. Praktik-praktik pendidikan dan pembelajaran sangat diwarnai oleh landasan teoritik dan konseptual yang tidak akurat. Pendidikan dan pembelajaran selama ini hanya mengagungkan pada pembentukan perilaku keseragaman, dengan harapan akan menghasilkan keteraturan, ketertiban, dan kepastian. Pembentukan ini dilakukan dengan kebijakan penyeragaman pada berbagai hal di sekolah. Paradigma pendidikan yang mengagungkan keseragaman ternyata telah berhasil mengajarkan anak-anak untuk mengabaikan keberagaman/perbedaan.
Banyak  teori tentang belajar yang telah berkembang mulai abad ke 19 sampai sekarang ini. Pada awal abad ke-19 teori belajar yang berkembang pesat dan memberi banyak sumbangan terhadap para ahli psikologi adalah teori belajar tingkah laku (behaviorisme) yang awal mulanya dikembangkan  oleh psikolog Rusia Ivan Pavlav (tahun 1900-an) dengan teorinya yang dikenal dengan istilah pengkondisian klasik (classical conditioning) dan kemudian teori belajar tingkah laku ini dikembangkan oleh beberapa ahli psikologi yang lain seperti Edward Thorndike, B.F Skinner dan Gestalt.
Dari uraian di atas maka para pendidik dan para perancang pendidikan serta pengembangan program-program pembelajaran perlu menyadari akan pentingnya pemahaman terhadap hakikat belajar dan pembelajaran. Berbagai teori belajar dan pembelajaran seperti teori behaviouristik, kognitif, konstruktivitas, humanistik, dan kecerdasan ganda, penting untuk dimengerti dan diterapkan sesuai dengan kondisi dan konteks pembelajaran yang dihadapi. Selain itu juga perlu dipahami implementasi pengajaran supaya tercipta pengajaran yang efektif.

B.     Rumusan Masalah
Setelah mengkaji latar belakang masalah, maka dapat dikemukakan permasalahn yang akan dibahas adalah sebagai berikut:
1.      Apakah pengertian belajar menurut pandangan behavioristik?
2.      Bagaimanakah teori belajar menurut Edwin Guthrie?
3.      Bagaimanakah teori belajar menurut Skinner?
4.      Bagaimanakah analisis tentang teori behavioristik?
5.      Apakah kelemahan dan kelebihan teori behavioristik?
6.      Bagaimanakah aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran?

C.     Tujuan
Adapun tujuan disusunnya makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Mendeskripsikan pengertian belajar menurut pandangan behavioristik
2.      Mendeskripsikan teori belajar menurut Edwin Guthrie
3.      Mendeskripsikan teori belajar menurut Skinner
4.      Mendeskripsikan analisis tentang teori behavioristik
5.      Mendeskripsikan kelemahan dan kelebihan teori behavioristik
6.      Mendeskripsikan aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran

D.    Manfaat

1.      Bagi masyarakat umum makalah ini dapat dijadikan sebagai bahan bacaan untuk memberi informasi tentang bagaimana teori-teori belajar dan pembelajaran dan bentuk-bentuk implementasi pembelajaran
2.      Bagi pemerintah, makalah  ini dapat membantu dalam mensosialisasikan informasi tentang teori-teori belajar dan pembelajaran dan bentuk-bentuk implementasi pembelajaran.
3.      Bagi mahasiswa khususnya calon pendidik, makalah ini dapat dijadikan sebagai referensi dalam mempelajari teori-teori belajar dan pembelajaran dan bentuk-bentuk implementasi pembelajaran.













BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Belajar Menurut Pandangan Teori BehavioristikTop of Form
Bottom of Form
Teori belajar behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Menurut teori behavioristik belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori belajar behavioristik menjelaskan belajar itu adalah perubahan perilaku yang dapat diamati, diukur dan dinilai secara konkret. Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon. Perubahan terjadi melalui rangsangan (stimulans) yang menimbulkan hubungan perilaku reaktif (respon) berdasarkan hukum-hukum mekanistik. Stimulans tidak lain adalah lingkungan belajar anak, baik yang internal maupun eksternal yang menjadi penyebab belajar. Sedangkan respons adalah akibat atau dampak, berupa reaksi fisik terhadap stimulans. Belajar berarti penguatan ikatan, asosiasi, sifat da kecenderungan perilaku S-R (stimulus-Respon). Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah  belajar sesuatu jika ia dapat menunjukkan perubahan tingkah lakunya. Sebagai contoh, anak belum dapat menyelesaikan soal-soal aljabar. Walaupun ia telah berusaha dengan giat, dan gurunya telah mengajarkannya dengan tekun, namun anak tersebut belum dapat mempraktekkan penyelesaian aljabar seperti yang dicontohkan, maka ia belum dianggap belajar. Karena ia belum menunjukkan perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar.
Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah masukan atau input yang berupa stimulus dan keluaran atau output yang berupa respon. Contohnya, stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada siswa misalnya daftar perkalian, alat peraga, pedoman kerja, atau cara-cara tertentu untuk membantu belajar siswa, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon. Oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh siswa (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut. Pengulangan dan pelatihan digunakan supaya perilaku yang diinginkan dapat menjadi kebiasaan. Hasil yang diharapkan dari penerapan teori behavioristik ini adalah terbentuknya suatu perilaku yang diinginkan.
Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement). Penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respon. Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/dihilangkan (negative reinforcement) maka responpun akan semakin kuat. Misalnya, ketika peserta didik diberi tugas oleh guru, ketika tugasnya ditambahkan maka ia akan semakin giat belajarnya. Maka penambahan tugas tersebut merupakan penguatan positif (positive reinforcement) dalam belajar. Atau bila tugas-tugas dikurangi dan pengurangan ini justru meningkatkan aktivitas belajarnya, maka pengurangan tugas merupakan penguatan negatif (negative reinforcement) dalam belajar. Jadi penguatan merupakan suatu bentuk stimulus yang penting diberikan (ditambahkan) atau dihilangkan (dikurangi) untuk memungkinkan terjadinya respons.
Beberapa prinsip dalam teori belajar behavioristik, meliputi:
a) Obyek psikologi adalah tingkah laku.
b) Semua bentuk tingkah laku di kembalikan pada reflek.
c) Mementingkan pembentukan kebiasaan.
d) Perilaku nyata dan terukur memiliki makna tersendiri.
e) Aspek mental dari kesadaran yang tidak memiliki bentuk fisik harus dihindari.
Tokoh-tokoh aliran behavioristik di antaranya adalah Thorndike,Watson, Clark Hull, Edwin Guthrie, dan Skinner. Dalam makalah ini, hanya akan dipaparkan teori belajar menurut Edwin Guthrie dan Skinner.
B.     Teori Belajar Menurut Edwin Guthrie
Azas belajar Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti. Yaitu gabungan stimulus-stimulus yang disertai suatu gerakan, pada waktu timbul kembali cenderung akan diikuti oleh gerakan yang sama. Edwin Guthrie menggunakan variable hubungan stimulus dan respon untuk menjelaskan terjadinya proses belajar. Namun ia mengemukakan bahwa stimulus tidak harus berhubungan dengan kebutuhan atau pemuasan biologis sebagaimana yang dijelaskan oleh Clark dan Hull. Penguatan sekedar hanya melindungi hasil belajar yang baru agar tidak hilang dengan jalan mencegah perolehan respon yang baru . Edwin menjelaskan bahwa hubungan antara stimulus dan respon cenderung hanya bersifat sementara. Oleh sebab itu, dalam kegiatan belajar peserta didik perlu sesering mungkin diberikan stimulus agar hubungan antara stimulus dan respon dapat bersifat tetap. Ia juga mengemukakan, agar respon yang muncul sifatnya lebih kuat dan bahkan menetap, maka diperlukan berbagai macam stimulus yang berhubungan dengan respon tersebut.
Guthrie juga mengemukakan bahwa "hukuman" memegang peran penting dalam proses belajar. Saran utama dari teori ini adalah guru harus dapat mengasosiasi stimulus respon secara tepat. Menurutnya suatu hukuman yang diberikan pada saat yang tepat, akan mampu mengubah kebiasaan seseorang. Sebagai contoh, seorang anak perempuan yang setiap kali pulang dari sekolah, selalu mencampakkan baju dan topinya di lantai. Kemudian ibunya menyuruh agar baju dan topik dipakai kembali oleh anaknya, lalu kembali keluar, dan msuk rumah kembali sambil menggantungkan topi dan bajunya di tempat gantungannya. Setelah beberapa kali melakukan hal itu, respons menggantung topi dan baju menjadi terasosiasi dengan stimulus memasuki rumah. Meskipun demikian, nantinya faktor hukuman ini tidak dominan dalam teori-teori tingkah laku. Terutama setelah Skinner makin mempopulerkan ide tentang "penguatan" (reinforcement).
C. Teori Belajar Behavioristik Menurut B.F Skinner
Konsep-konsep yang dikemukakan oleh Skinner tentang belajar mapu mengungguli konsep-konsep lain yang dikemukakan oleh para  tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan   konsep belajar secara sederhana, namun dapat menunjukkan sikapnya tentang belajar secara lebih komperehensif. Menurut Skinner, hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi  dalam lingkungannya, yang kemudian akan menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah sederhana yang digambarkan oleh para tokoh sebelumnya. Dikatakannya bahwa respon yang diberikan oleh  seseorang /siswa tidaklah sesederhana itu. Sebab pada dasarnya stimulus-stimulus yang diberikan kepada seseorang akan saling berinteraksi dan interaksi antar stimulus-stimulus  tersebut akan mempengaruhi  bentuk respon yang akan diberikan. Demikian juga dengan respon yang dimunculkan inipun akan mempunyai konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi inilah yang pada gilirannya akan mempengaruhi atau menjadi pertimbangan munculnya prilaku. Oleh sebab itu, untuk mengetahui tingkah laku seseorang secara benar, perlu terlebih dahulu memahami  hubungan antara stimulus satu dengan yang lainnya, serta memahami respon yang mungkin dimunculkan dan berbagai konsekuensi yang mungkin akan timbul sebagai akibat dari respon tersebut. Skinner juga mengemukakan bahwa dengan menggunakan perubahan-perubahan mental sebagai alat untuk menjelaskan tingkah laku hanya akan menambah rumitnya masalah, Sebab, setiap alat yang digunakan perlu penjelasan lagi, demikian dan seterusnya.
Pandangan teori belajar behavioristik ini cukup lama dianut oleh para guru dan pendidik. Namun dari semua pendukung teori ini, teori skinner lah yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar behavioristik. Program-progran pembelajaran seperti Teaching Machine, pembelajaran berprogram, modul dan program-program pembelajaran lain yang berpijak pada konsep hubungan stimulus-respon  serta mementingkan factor-faktor penguat (reinforcement) merupakan program-program pembelajaran yang menerapkan teori belajar  yang dikemukakan oleh skinner.
Pengkondisian operan (Kondisioning  operan) adalah sebentuk pembelajaran dimana konsekuensi-konsekuensi dari prilaku menghasilkan perubahan dalam probabilitas prilaku itu akan diulangi. Inti dari teori behaviorisme Skinner adalah Pengkondisian operan (kondisioning operan). Dimana Ada 3 asumsi yang membentuk landasan untuk kondisioning operan. Asumsi-asumsi itu adalah sebagai berikut:
a.     Belajar itu adalah tingkah laku.
b.   Perubahan tingkah-laku (belajar) secara fungsional berkaitan dengan adanya perubahan dalam kejadian-kejadian di lingkungan kondisi-kondisi lingkungan.
c.    Data dari studi eksperimental tingkah-laku merupakan satu-satunya sumber informasi yang dapat di terima tentang penyebab terjadinya tingkah laku.
Menurut Skinner unsur yang terpenting dalam belajar adalah adanya penguatan (reinforcement ) yang berarti memperkuat, penguatan dibagi menjadi dua bagian yaitu:
a.    Penguatan positif adalah penguatan berdasarkan prinsip bahwa frekuensi respons   meningkat karena diikuti dengan stimulus yang mendukung (rewarding). Bentuk-bentuk penguatan positif adalah berupa hadiah (permen, kado, makanan, dll), perilaku (senyum, menganggukkan kepala untuk menyetujui, bertepuk tangan, mengacungkan jempol), atau penghargaan (nilai A, Juara 1 dsb).
b.   Penguatan negatif, adalah penguatan berdasarkan prinsif bahwa frekuensi respons meningkat karena diikuti dengan penghilangan stimulus yang merugikan (tidak menyenangkan). Bentuk-bentuk penguatan negatif antara lain: menunda/tidak memberi penghargaan, memberikan tugas tambahan atau menunjukkan perilaku tidak senang (menggeleng, kening berkerut, muka kecewa dll).
Satu  cara untuk mengingat perbedaan antara penguatan positif dan penguatan negatif adalah dalam penguatan positif ada sesuatu yang ditambahkan atau diperoleh. Dalam penguatan negatif, ada sesuatu yang dikurangi atau di hilangkan. Adalah mudah mengacaukan penguatan negatif dengan hukuman. Agar istilah ini tidak rancu, ingat bahwa penguatan negatif meningkatkan probabilitas terjadinya suatu prilaku, sedangkan hukuman menurunkan probabilitas terjadinya perilaku. Berikut ini disajikan contoh dari konsep penguatan positif, negatif, dan hukuman.
Penguatan positif
Perilaku
Murid mengajukan pertanyaan yang bagus
Konsekuensi
Guru menguji murid
Prilaku kedepan
Murid mengajukan lebih banyak pertanyaan
Penguatan negatif
Perilaku
Murid menyerahkan PR tepat waktu
Konsekuensi
Guru berhenti menegur murid
Prilaku kedepan
Murid makin sering menyerahkan PR tepat waktu
Hukuman
Perilaku
Murid menyela guru
Konsekuensi
Guru mengajar murid langsung
Prilaku kedepan
Murid berhenti menyela guru
Ingat bahwa penguatan bisa berbentuk postif dan negatif. Dalam kedua bentuk itu, konsekuensi meningkatkan prilaku. Dalam hukuman, perilakunya berkurang.
Beberapa prinsip belajar yang dikembangkan oleh Skinner antara lain:
a.    Hasil belajar harus segera diberitahukan kepada siswa, jika salah dibetulkan, jika benar diberi penguat.
b.   Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar.
c.    Materi pelajaran, digunakan sistem modul.
d.   Dalam proses pembelajaran, lebih dipentingkan aktivitas sendiri.
e.    Dalam proses pembelajaran, tidak digunakan hukuman. Namun ini lingkungan perlu diubah, untuk menghindari adanya hukuman.
f.    Tingkah laku yang diinginkan pendidik, diberi hadiah, dan sebagainya.
g.   Dalam pembelajaran, digunakan shaping.
D. Analisis Tentang Teori Behavioristik
Kaum behavioris menjelaskan bahwa belajar sebagai suatu proses perubahan tingkah laku dimana reinforcement dan punishment menjadi stimulus untuk merangsang siswa dalam berperilaku. Pendidik yang masih menggunakan kerangka behavioristik biasanya merencanakan kurikulum dengan menyusun isi pengetahuan menjadi bagian-bagian kecil yang ditandai dengan suatu keterampilan tertentu. Kemudian, bagian-bagian tersebut disusun secara hirarki, dari yang sederhana sampai yang komplek. Pandangan teori behavioristik telah cukup lama dianut oleh para pendidik. Namun dari semua teori yang ada, teori Skinnerlah yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar behavioristik. Program-program pembelajaran seperti Teaching Machine, Pembelajaran berprogram, modul dan program-program pembelajaran lain yang berpijak pada konsep hubungan stimulus-respons serta mementingkan faktor-faktor penguat (reinforcement), merupakan program pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang dikemukakan Skiner.
Teori behavioristik banyak dikritik karena seringkali tidak mampu menjelaskan situasi belajar yang kompleks, sebab banyak variabel atau hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan dan/atau belajar yang dapat diubah menjadi sekedar hubungan stimulus dan respon. Teori ini tidak mampu menjelaskan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam hubungan stimulus dan respon.
Pandangan behavioristik juga kurang dapat menjelaskan adanya variasi tingkat emosi siswa, walaupun mereka memiliki pengalaman penguatan yang sama. Pandangan ini tidak dapat menjelaskan mengapa dua anak yang mempunyai kemampuan dan pengalaman penguatan yang relatif sama, ternyata perilakunya terhadap suatu pelajaran berbeda, juga dalam memilih tugas sangat berbeda tingkat kesulitannya. Pandangan behavioristik hanya mengakui adanya stimulus dan respon yang dapat diamati. Mereka tidak memperhatikan adanya pengaruh pikiran atau perasaan yang mempertemukan unsur-unsur yang diamati tersebut.
Teori behavioristik juga cenderung mengarahkan siswa untuk berfikir linier, konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif. Pandangan teori ini bahwa belajar merupakan proses pembentukan atau shaping, yaitu membawa siswa menuju atau mencapai target tertentu, sehingga menjadikan peserta didik untuk tidak bebas berkreasi dan berimajinasi. Padahal banyak faktor yang berpengaruh yang mempengaruhi proses belajar. Jadi teori belajar tidak sesederhana yang dilukiskan teori behavioristik.
Skinner dan tokoh-tokoh lain pendukung teori behavioristik memang tidak menganjurkan digunakannya hukuman dalam kegiatan pembelajaran. Namun apa yang mereka sebut dengan penguat negatif (negative reinforcement) cenderung membatasi siswa untuk berpikir dan berimajinasi.
Menurut Guthrie hukuman memegang peranan penting dalam proses belajar. Namun ada beberapa alasan mengapa Skinner tidak sependapat dengan Guthrie, yaitu:
1)      Pengaruh hukuman terhadap perubahan tingkah laku sangat bersifat sementara.
2)      Dampak psikologis yang buruk mungkin akan terkondisi (menjadi bagian dari jiwa si terhukum) bila hukuman berlangsung lama.
3)      Hukuman yang mendorong si terhukum untuk mencari cara lain (meskipun salah dan buruk) agar ia terbebas dari hukuman. Dengan kata lain, hukuman dapat mendorong si terhukum melakukan hal-hal lain yang kadangkala lebih buruk daripada kesalahan yang diperbuatnya.
Skinner lebih percaya kepada apa yang disebut sebagai penguat negatif. Penguat negatif tidak sama dengan hukuman. Ketidaksamaannya terletak pada bila hukuman harus diberikan (sebagai stimulus) agar respon yang muncul berbeda dengan respon yang sudah ada, sedangkan penguat negatif (sebagai stimulus) harus dikurangi agar respon yang sama menjadi semakin kuat. Misalnya, seorang siswa perlu dihukum karena melakukan kesalahan. Jika siswa tersebut masih saja melakukan kesalahan, maka hukuman harus ditambahkan. Tetapi jika sesuatu tidak mengenakkan siswa (sehingga ia melakukan kesalahan) dikurangi (bukan malah ditambah) dan pengurangan ini mendorong siswa untuk memperbaiki kesalahannya, maka inilah yang disebut penguatan negatif. Lawan dari penguatan negatif adalah penguatan positif (positive reinforcement). Keduanya bertujuan untuk memperkuat respon. Namun bedanya adalah penguat positif menambah, sedangkan penguat negatif adalah mengurangi agar memperkuat respons.
E.     Kelemahan dan Kelebihan Teori Behavioristik
a.       Kelemahan Teori Behavioristik
Teori behavioristik sering kali tidak mampu menjelaskan situasi belajar yang kompleks, sebab banyak variabel atau hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan dan atau belajar yang tidak dapat diubah menjadi sekedar hubungan stimulus dan respon. Teori ini tidak mampu menjelaskan alasan-alasan yang mengacaukan hubungan antara stimulus dan respon ini dan tidak dapat menjawab hal-hal yang menyebabkan terjadinya penyimpangan antara stimulus yang diberikan dengan responnya. Intinya bahwa teori behavioristik hanya mengakui adanya stimulus dan respon yang dapat diamati, sedangkan faktor lain tidak diperhatikan. Teori ini cenderung mengarahkan siswa untuk berfikir linier, konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif. Pandangan teori ini bahwa belajar merupakan proses pembentukan atau shapping yaitu membawa siswa menuju atau mencapai target tertentu, sehingga menjadikan peserta didik untuk tidak bebas berkreasi, berimajinasi, bereksperimentasi dan mengembangkan kemampuannya sendiri. Pembelajar juga harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan terlebih dahulu secara ketat. Selain itu, kontrol belajar harus dipegang oleh sistem yang berada di lusr diri pembelajar.
b.      Kelebihan Teori Behavioristik
Pada teori ini, pendidik diarahkan untuk menghargai setiap anak didiknya. hal ini ditunjukkan dengan dihilangkannya sistem hukuman. Hal itu didukung dengan adanya pembentukan lingkungan yang baik sehingga dimungkinkan akan meminimalkan terjadinya kesalahan.
Sesuai untuk perolehan kemampuan yang membutuhkan praktik dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti kecepatan, spontanitas, kelenturan, reflex.

F.      Aplikasi Teori Behavioristik dalam Kegiatan Pembelajaran
Aliran psikologi belajar yang sangat besar mempengaruhi arah pengembangan teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran hingga kini adalah aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode drill atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan reinforcement dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Istilah-istilah seperti hubungan stimulus respon, individu atau siswa pasif, perilaku sebagai hasil yang tampak, pembentukan perilaku (shaping) dengan penataan kondisi secara ketat, reinforcement dan hukuman, ini semua merupakan unsur-unsur yang sangat penting dalam teori behavioristik. Teori ini hingga sekarang masih merajai praktek pembelajaran di Indonesia. Hal ini tampak dengan jelas pada penyelenggaraan pembelajaran dari tingkat yang paling dini, seperti kelompok bermain, Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah, bahkan sampai Perguruan Tinggi, pembentukan perilaku dengan cara drill (pembiasaan) disertai dengan reinforcement atau hukuman masih sering dilakukan.
Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik siswa, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori behvioristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge) ke orang yang belajar atau siswa. Fungsi mind atau pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yag sudah ada melalui proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah, sehingga makna yang dihasilkan dari proses berpikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan tersebut. Siswa diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus dipahami oleh murid.
Demikian halnya dalam proses belajar mengajar, siswa dianggap sebagai objek pasif yang selalu membutuhkan motivasi dan penguatan dari pendidik. Oleh karena itu, para pendidik mengembangkan kurikulum yang terstruktur dengan menggunakan standart-standart tertentu dalam proses pembelajaran yang harus dicapai oleh para siswa. Begitu juga dalam proses evaluasi belajar siswa diukur hanya pada hal-hal yang nyata dan dapat diamati sehingga hal-hal yang bersifat unobservable kurang dijangkau dalam proses evaluasi.
Implikasi dari teori behavioristik dalam proses pembelajaran dirasakan kurang memberikan ruang gerak yang bebas bagi siswa untuk berkreasi, bereksperimentasi dan mengembangkan kemampuannya sendiri. Karena sistem pembelajaran tersebut bersifat otomatis-mekanis dalam menghubungkan stimulus dan respon sehingga terkesan seperti kinerja mesin atau robot. Akibatnya siswa kurang mampu untuk berkembang sesuai dengan potensi yang ada pada diri mereka.
Karena teori behavioristik memandang bahwa sebagai pengetahuan telah terstruktur rapi dan teratur, maka siswa atau orang yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan terlebih dulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin. Kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum dan keberhasilan belajar atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi hadiah. Demikian juga, ketaatan pada aturan dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar. Siswa atau peserta didik adalah objek yang berperilaku sesuai dengan aturan, sehingga kontrol belajar harus dipegang oleh sistem yang berada di luar diri siswa.
Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagi aktivitas “mimetic”, yang menuntut siswa untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes. Penyajian isi atau materi pelajaran menekankan pada ketrampian yang terisolasi atau akumulasi fakta mengikuti urutan dari bagian ke keseluruhan. Pembelajaran mengikuti urutan kurikulum secara ketat, sehingga aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada buku teks/buku wajib dengan penekanan pada ketrampilan mengungkapkan kembali isi buku teks/buku wajib tersebut. Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil belajar.
Evaluasi menekankan pada respon pasif, ketrampilan secara terpisah, dan biasanya menggunakan paper and pencil test. Evaluasi hasil belajar menuntut jawaban yang benar. Maksudnya bila siswa menjawab secara “benar” sesuai dengan keinginan guru, hal ini menunjukkan bahwa siswa telah menyelesaikan tugas belajarnya. Evaluasi belajar dipandang sebagi bagian yang terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan biasanya dilakukan setelah selesai kegiatan pembelajaran. Teori ini menekankan evaluasi pada kemampuan siswa secara individual. Dalam teori belajar ini guru tidak banyak memberikan ceramah,tetapi instruksi singkat yang diikuti contoh baik dilakukan sendiri maupun melalui simulasi.











BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
·         Berdasarkan pemaparan diatas, dapat disimpulkan bahwa belajar menurut teori Behavioristik merupakan perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon. Sedangkan apa yang terjadi di antara stimulus dan respon dianggap tidak penting diperhatikan karena tidak bisa diamati. Faktor lain yang juga dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement) penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respon.
·         Azas belajar Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti. Yaitu gabungan stimulus-stimulus yang disertai suatu gerakan, pada waktu timbul kembali cenderung akan diikuti oleh gerakan yang sama
·         Beberapa prinsip belajar yang dikembangkan oleh Skinner antara lain:
a.       Hasil belajar harus segera diberitahukan kepada siswa, jika salah dibetulkan, jika benar diberi penguat.
b.   Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar.
c.    Materi pelajaran, digunakan sistem modul.
d.   Dalam proses pembelajaran, lebih dipentingkan aktivitas sendiri.
e.    Dalam proses pembelajaran, tidak digunakan hukuman. Namun ini lingkungan perlu diubah, untuk menghindari adanya hukuman.
f.    Tingkah laku yang diinginkan pendidik, diberi hadiah, dan sebagainya.
g.   Dalam pembelajaran, digunakan shaping.
·         Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik siswa, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia
·         Di awal abad 20 sampai sekarang ini teori belajar behaviorisme mulai ditinggalkan dan banyak ahli psikologi yang baru lebih mengembangkan teori belajar kognitif dengan asumsi dasar bahwa kognisi mempengaruhi prilaku. Penekanan kognitif menjadi basis bagi pendekatan untuk pembelajaran. Walaupun teori belajar tigkah laku mulai ditinggalkan diabad ini, namun mengkolaborasikan teori ini dengan teori belajar kognitif dan teori belajar lainnya sangat penting untuk menciptakan pendekatan pembelajaran yang cocok dan efektif, karena pada dasarnya tidak ada satu pun teori belajar yang betul-betul cocok  untuk menciptakan sebuah pendekatan pembelajaran yang pas dan efektif.
B.     Saran
Diharapkan kepada para pembaca khususnya peserta didik  baik pelajar maupun mahasiswa, para pendidik, para perancang pendidikan, serta pengembang program-program pendidikan agar mengetahui teori pembelajaran dan dapat memahami bentuk-bentuk pembelajaran  dan dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari













DAFTAR PUSTAKA
Arip, M. Zuari Antoni. 2011. Teori Belajar Behaviorisme, Kognitivisme dan Konstruktivisme. [tersedia di: http://antonizonzai.wordpress.com/2011/02/05/teori-belajar-behaviorisme-kognitivisme-dan-konstruktivisme/], diunduh 22 Maret 2012.
Budiningsih, C. Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.