welcome

WELCOME TO aqibmathic.blogspot.com

Selasa, 15 Mei 2012

question of plane analytic geometry

The Question of plane analiytic geometry
1.      Draw on the cartessius the following points A (1,1), B (4,2), C (3,0), D(0,4) and E (-2,3)!
2.      Definite distance between A and B, if A (-5,1) and B(-2,-3)!
3.      known that A(-5,1), B(3,-5) and C(2,2). Calculate the area of triangle ABC.!
4.        Draw the curve  y=x2-4!
5.      Draw the curve  x2+y2=1!
6.      Draw the curve  x=y2-4!
7.      Proof , that line equation through (a,0) and (0,b) is   !
8.      Definite the line equation through (1,0) and parallel with y=2x!
9.      Definite the line equation through (1,0) and perpendicular with y=2x!
10.  Whether the three of points (1,-3), (4,3) and (2,-1) stay on one line?
11.  Definite intersection the line of  x+2y-3=0 with the pith of-x and the pith of-y!
12.  Does a straight line defined by (2,-3) dan (-4,5) through the base point 0?
13.  Definite the circle equation if the radius is 2 and mention the axis  positif of x and the axis  negatif of y!
14.  Definite center of the circle and radius of the circle which has the equation x2+y2+8x-6y=0. is a special circle whose equation contains no constanta!
15.  Definite center of the circle and radius of the circle which has the equation x2+y2-4y-5=0. Is a special circle whose equation contains no variable of x!
16.  Find the equation of a circle centered is through (1,3), (6,-2) and (-3,-5)!
17.  Determine the equation tangent to a circle x2 +y2 =25  at the point (-4.3), and also determine the equation of the tangent line is parallel to the line!
18.  Determine the equation of a tangent to a circle on the circle x2+y2=25 at the points:
a.      has abscissa -4
b.      has ordinate +4


Jumat, 04 Mei 2012

Metode Pembelajaran Sosiodrama di SD



BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
Pembangunan dibidang pendidikan merupakan upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia. Untuk mencapai tujuan pendidikan nasional diperlukan peran serta aktif dari berbagai pihak yang terkait. Oleh karena itu bidang pendidikan perlu mendapatkan perhatian, penanganan dan prioritas baik dari pemerintah, pengelola pendidikan maupun keluarga. Kurang memadainya jumlah gedung sekolah, biaya pendidikan dan tenaga pengajar merupakan masalah pendidikan Indonesia dari segi kuantitas. Upaya pembangunan dibidang pendidikan perlu dilanjutkan untuk meningkatkan mutu pendidikan sehingga dapat menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin maju dan pesat sangat berpengaruh terhadap pendidikan. Kecanggihan teknologi mengakibatkan aktifitas hidup manusia dapat dilakukan dengan mudah, cepat dan praktis. Manusia cenderung menyukai segala sesuatu yang serba instant. Hal ini mempengarui manusia untuk selalu berpikir cepat dan praktis dalam segala hal, termasuk dalam pendidikan. Kenyataan sekarang ini banyak siswa yang mementingkan bagaimana mendapatkan nilai bagus dan lulus ujian tanpa mempedulikan apa yang mereka peroleh dari ilmu yang mereka pelajari. Siswa-siswa tersebut lebih percaya kepada lembaga-lembaga bimbingan belajar yang mengajarkan cara-cara cepat dan praktis dalam menyelesaikan soal-soal. Padahal ada kemungkinan konsep dan proses yang diajarkan lembaga bimbingan belajar tersebut tidak benar. Sebagai salah satu lembaga pendidikan,sekolah memegang peranan penting dalam menyiapkan generasi penerus. Peran guru sangat besar dalam keseluruhan kegiatan pembelajaran. Tugas guru bukan hanya untuk menyampaikan materi pembelajaran, tetapi hendaknya guru dapat menanamkan konsep-konsep yang benar dari materi pembelajaran tersebut sehingga ilmu yang dipelajari siswa dapat bermanfaat dalam kehidupan siswa, sekarang dan diwaktu yang akan datang. Untuk meningkatkan mutu pendidikan pada umumnya dan pendidikan matematika pada khususnya, perlu adanya pengembangan dan pengembangan dan pemahaman di bidang pendidikan antara lain terkait dengan model pembelajaran yang diterapkan dalam proses belajar mengajar. Hal ini terkait dengan pendidikan matematika selama ini tidak berhasil meningkatkan kualitas pemahaman siswa tentang konsep-konsep dan aturan-aturan matematika, karena kita salah atau tidak memilih model pembelajaran.
Penyebab siswa sulit menerima matematika adalah kurang memahami apa itu arti matematika dan apa gunanya. Matematika itu untuk memecahkan masalah ataupun membantu kitalebih bisa memahami tata kerja alam yang selalu dihubungkan dalam kehidupan sehari-hari. Matematika juga melatih manusia untuk berpikir tersruktur dan tak perlu takut persoalan rumit tak dapat terpecahkan. Dalam proses belajar mengajar di perlukan suatu keahlian atau keterampilan pengelolaan kelas yang harus di miliki seorang guru dalam menyampaikan materi pelajaran, karena setiap siswa memiliki kemampuan dan taraf berpikir yang berbeda-beda sehingga dengan keterampilan dan keahliannya itu seorang dapat memilih pendekatan dan metode yang tepat agar siswa mampu memahami materi pelajaran yang disampaikan guru. Kemampuan guru yang diperlukan dalam pelaksanaan pembelajaran matematika adalah kemampuan dalam mengelola materi ajar dan kemampuan dalam memilih pendekatan atau metode, media dan sumber belajar (Depdikbud,1994a:73).












Berdasarkan hasil ujian nasional Di Indonesia khususnya di NTB, dapat dilihat bahwa pada pemecahan soal yang berkaitan dengan soal cerita sangat jauh dari yang diharapkan. Ini yang sangat menjadi perhatian bagi para pendidik, kenapa hal itu bisa terjadi dan bagaimana langkah-langkah tepat yang bisa diambil untuk meningkatkan kompetensi siswa dalam menyelesaikan soal-soal cerita.
Maka dalam tulisan ini akan ditawarkan salah satu metode yang mungkin akan bisa meningkatkan kmpetensi siswa dalam menyelesaikan soal cerita, yaitu dengan “metode Bermain Peran (Role Playing)”. 

B.   Identifikasi Masalah
Masalah-masalah yang dapat diidentifikasi yang menjadi penghambat siswa dalam penyelesaian soal cerita:
a.       Siswa kurang memahami apa itu arti matematika dan apa gunanya kurang memahami apa itu arti matematika dan apa gunanya
b.      Kebanyakan guru masih melaksanakan metode konvensional yaitu terkait kebiasaan
c.       Biasanya siswa-siswa berpikir praktis hanya mempelajari jawaban dari contoh-contoh soal, lalu menghafalkannya
C.   Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka dapat diangkat beberapa rumusan masalah, yaitu:
1.    Bagaiamana pendekatan dan strategi yang digunakan dalam metode pembelajaran bermain peran?
2.    Apa yang dimaksud dengan metode pembelajaran Sosiodrama/Bermain Peran (Role Playing)?
3.    Bagaimana penerapan metode Sosiodrama/Bermain Peran (Role Playing) dalam pembelajaran matematika?
4.    Apa manfaat penerapan metode bermain peran dalam meningkatkan kompetensi siswa dalam memecahkan soal cerita?
5.    Apa kelebihan dan kekurangan metode pembelajaran Sosiodrama/Bermain Peran (Role Playing) dalam kegiatan pembelajaran Matematika?

D.   Tujuan Penulisan
1.      Mendeskripsikan pendekatan dan strategi  yang digunakan dalam metode pembelajaran bermain peran
2.      Mendskripsikan metode pembelajaran bermain peran
3.      Mendeskripsikan bagaimana penerapan metode pembelajaran bermain peran
4.      Mendeskripsikan manfaat-manfaat dari penerapan metode pembelajaran bermain peran
5.      Mendeskripsikan kelebihan dan kekurangan metode pembelajaran bermain peran.






BAB II
PEMBAHASAN

A.   Pendekatan Dan Strategi Yang Digunakan Dalam Metode Pembelajaran Bermain Peran
Dua aliran besar dalam teori belajar mengajar adalah aliran psikologi perkembangan  yang dianut oleh Piaget  dan Brunner, dan aliran tingkah laku yang dianut oleh Skinner dan gagne. Aliran psikologi perlembangan menyatakan bahwa anak itu adalah organisme yang tumbuhh dan belajarnya itu tidak seperti orang dewasa. Alam belajarnya ia mungkin tidak bisa berfikir balik, tidak bisa membuat generalisasi, masih memerlukan benda-benda kongkrit dan semacamnya. Sedangkan  aliran tingkah laku berpendapat bahwa manusia itu (termasuk anak-anak) adalah organisme pasif yang bisa dikontrol dari luar. Dalam metode bermain peran ini, aliran yang digunakan adalah aliran psikologi perkembangan. Karena dalam metode ini sangat ditekankan pada perkembangan psikologi atau mental anak / peserta didik (Ruseffendi,2006:174).
Pendekatan adalah suatu jalan, cara, atau kebijaksanaan yang ditempuh oleh guru atau siswa dalam pencapaian tujuan pengajaran dilihat dari sudut bagaimana proses pengajaran atau materi-materi pengajaran itu, umum atau khusus dikelola. Dalam metode bermain peran ini, pendekatan yang diterapkan adalah pendekatan pemecahan masalah (Problem Solving). Karena pendekatan ini akan menuntut siswa untuk aktif sebagaimana aliran yang digunakan yaitu aliran perkembangan psikologi (Ruseffendi,2006:240).
Strategi pembelajaran adalah seperangkat kebijaksanaan terpilih mengenai kurikulum material. Pada pengajaran matematika, macam strategi belajar mengajar (SBM) itu pada umumnya hanya SBM kelas dan Sempit. Maksudnya ialah materi (isi) atau pelajaran yang dibawakan oleh guru itu sempit (dikumpulkannya oleh guru). Pada penerapan metode bemain peran, SBM yang digunakan adalah strategi tidak langsung. Diamana ciri-cirinya itu adalah:
a.    Keterlibatan tinggi siswa
b.    Guru beralih dari penceramah menjadi fasilitator
c.    Guru merancang lingkungan belajar yang inkuiri
d.    Mensyaratkan digunakannya bahan-bahan cetak, non cetak dan sumber manusia

Model atau metode pembelajaran adalah pedoman berupa program atau petunjuk strategi mengajar yang dirancang untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran. Pedoman itu memuat tanggung jawab guru dalam merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi kegiatan pembelajaran (Eggen dan Kauchak, 1988 : 9). Karakteristik Model Pembelajaran antara lain :  
a.      rasional teoritik yang logis
b.      tujuan pembelajaran yang hendak dicapai
c.       tingkah laku mengajar (siswa/guru) yang diperlukan
d.      lingkungan belajar yg diperlukan (sarana dan prasarana)
Kutz (1991 : 2) berdasar pengalamannya: tanpa model pembelajaran yang nyata, guru seringkali mengembangkan pola pembelajaran yang hanya didasarkan pada pengalaman masa lalu dan intuisinya.
Bila ingin mencapai hasil pembelajaran yang maksimal, metode pembelajaran mutlak diperlukan karena salah satu tujuan penggunaan model pembelajaran adalah untuk meningkatkan kemampuan siswa selama belajar (Joyce B dan Weil M, 1992 : 2).
Salah satu metode pembelajaran yang bisa diterapkan dalam pembelajaran matematika adalah metode Bermain Peran/Sosiodrama (Role Playing). Dengan metode ini, diharapkan keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran akan meningkat melalui analisa materi yang didramatisasikan, sehingga mampu meningkatkan minat belajar siswa dan mampu meningkatkan kompetensi siswadalam memecahkan soal cerita.

B.   Metode Pembelajaran Sosiodrama/Bermain Peran (Role Playing).
Istilah sosiodrama dan bermain peran (Role Playing) dalam metode pembelajaran merupakan dua istilah yang kembar, bahkan di dalam pelaksanaannya dapat dilakukan dalam waktu bersamaan dan silih berganti.
Metode bermain peran adalah berperan atau memainkan peranan dalam dramatisasi masalah sosial atau psikologis. Bermain peran adalah salah satu bentuk permainan pendidikan yang di gunakan unutk menjelaskan perasaan, sikap, tingkah laku dan nilai, dengan tujuan untuk menghayati perasaan, sudut pandangan dan cara berfikir orang lain (Depdikbud, 1964:171).
Proses belajar dengan menggunakan metode bermain peran diharapkan siswa mampu menghayati tokoh yang dikehendaki, keberhasilan siswa dalam menghayati peran itu akan menetukan apakah proses  pemahaman, penghargaan dan identifikasi diri terhadap nilai berkembang: (Hasan, 1996: 266).
Sosiodrama yang dimaksudkan adalah suatu cara mengajar dengan jalan mendramatisasikan bentuk tingkah laku dalam hubungan sosial. Pada metode bermain peranan, titik tekanannya terletak pada keterlibatan emosional dan pengamatan indera ke dalam suatu situasi masalah yang secara nyata dihadapi oleh peserta didik.
Proses interaksi antar siswa dan antara siswa dengan guru dalam kegiatan pembelajaran dengan metode sosiodrama akan lebih aktif, komunikasi berjalan dua arah dari Guru ke siswa dan dari siswa ke guru. Dengan demikian, siswa tidak hanya menerima penjelasan materi secara teoritis tetapi juga ikut mengamati dan menganalisa masalah yang sedang diperankan yang merupakan ilustrasi dari materi yang akan disampaikan. Hal ini jelas sangat berbeda ketika siswa mengikuti proses pembelajaran dengan metode konvensional.
Kesan yang muncul ketika siswa mengikuti kegiatan pembelajaran dengan metode konvensional adalah siswa menjadi objek dari materi yang disampaikan oleh guru. Sedangkan metode sosiodrama memberikan kesempatan kepada siswa untuk ikut berperan sebagai subjek dan mengembangkan pemahaman yang lebih luas tentang masalah yang dihadapi.
Secara umum metode pembelajaran  bermain peran/sosiodrama (Role Playing) dapat digunakan apabila (Mulyasa,2007:69):
a.    Pelajaran dimaksudkan untuk melatih dan menanamkan pengertian dan perasaan seseorang
b.    Pelajaran dimaksudkan untuk menumbuhkan rasa kesetiakawanan sosial dan rasa tanggung jawab dalam memikul amanah yang telah dipercayakan
c.     Jika mengharapkan partisipasi kolektif dalam mengambil suatu keputusan
d.    Apabila dimaksudkan untuk mendapatkan ketrampilan tertentu sehingga diharapkan siswa mendapatkan bekal pengalaman yang berharga, setelah mereka terjun dalam masyarakat kelak
e.    Dapat menghilangkan malu, dimana bagi siswa yang tadinya mempunyai sifat malu dan takut dalam berhadapan dengan sesamanya dan masyarakat dapat berangsur-angsur hilang, menjadi terbiasa dan terbuka untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya
f.      Untuk mengembangkan bakat dan potensi yang dimiliki oleh siswa sehingga amat berguna bagi kehidupan dan masa depannya kelak, terutama yang berbakat bermain drama, lakon film dan sebagainya.
g.    Untuk meningkatkan kemampuan penalaran peserta didik secara lebih kritis dan detail dalam pemecahan masalah.
h.    Untuk meningkatkan pemahaman konsep dari materi yang diajarkan.

C.    Penerapan Metode Sosiodrama/Bermain Peran (Role Playing) Dalam Pembelajaran Matematika
Menurut bruner jika  suatu topik dalam pembelajaran khususnya matematika yang bersifat baru (dalam arti prasyarat atau pengalaman sebelumnya belum ada) Maka langkah-langkah pembelajarannya harus dimulai dari konkrit ,enactive terlebih dahulu.  Setelah konkrit terlewati segera dilanjutkan ke semi konkrit (econic). Begitu semi konkritnya dilalui dan tercapai dengan baik segera  ditindak lanjuti dengan abstrak (symbolic). Permasalahannya sekarang adalah pembelajaran seperti apa yang disebut konkrit (enactive) , semi konkrit (econic),  abstrak (symbolic) serta apa yang harus dipersiapkan dan dilakukan oleh guru?
Berikut adalah perangkat yang perlu dipersiapkan guru teknis/langkah-langkah yang perlu ditempuh beserta contoh soal yang akan diterapkan dalam proses pembelajarannya (Marsudi,2008:7-23):
1.      Perangkat yang Perlu Dipersiapkan
Untuk mengajarkan soal cerita penjumlahan dan pengurangan di kelas 1 Semester 1  masing-masing perangkat pembelajaran yang perlu disiapkan Selain RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) adalah:
a.      Kegiatan konkrit (Enactive)
Kegiatan pembelajaran yang bersifat konkrit dilakukan oleh guru  melalui kegiatan bermain peran. Untuk melakukan kegiatan bermain Peran ini yang perlu dipersiapkan dan dicatat oleh guru dari rumah adalah kata-kata kunci yang akan digunakan pada saat kegiatan bermain peran tersebut. Sementara bentuk soal ceritanya akan mudah diciptakan jika kata-kata kuncinya sudah dicatat dan dipersiapkan dari rumah. Peran guru di sini selain memandu peragaan bermain peran Juga menerjemahkan arti soal cerita yang dimainperankan dalam bentuk bahasa matematika, yaitu bahasa yang hanya memuat angka- Angka, tanda-tanda operasi ( + , - , X ,  : ) dan tanda-anda relasi ( , =, > , < ) saja.

b.      Kegiatan Semi konkrit (Econic)
Istilah semi konkrit artinya peraga tidak lagi berupa  benda nyata tetapi diganti dengan gambar. Perangkat pembelajaran yang digunakan adalah Lembar Kerja Siswa (LKS) yang menggambarkan  ciri-ciri konsep. Melalui pengalaman mengerjakan soal LKS yang mengandung ciri-ciri konsep itu dan pengalaman sebelumnya (pada kegiatan bermain peran) akhirnya siswa dapat mencapai kesimpulan sendiri di alam pikirannya, meskipun mereka belum mampu mengungkapkannya pada orang lain.



















Catatan:
Setelah melihat soal-soal yang terdapat pada LKS, dapatkah Anda (Bapak Ibu guru SD) menarik kesimpulan mengapa nilai siswa bisa bagus-bagus?
Jawabnya adalah karena ”dari pengalaman mengerjakan LKS meskipun haya 2 nomor yang kalimat ceritanya selalu ditulis di atas gambar peragaan dari materi yang sedang diceritakan itu” jelas akan menurunkan tingkat kesulitan soal dari gambaran semula yang terasa gelap menjadi terang, yakni dari sulit menjadi mudah dan menarik.

c.       Kegiatan pada Tahap Abstrak (Symbolic)
Maksud abstrak dalam hal ini adalah soal-soalnya sudah 100% dalam bentuk lambang, yakni dalam bentuk huruf-huruf dan angka-angka saja, sama sekali tidak ada gambar-gambar yang bersifat menuntun dan menerangkan. Kegiatan yang dilakukan siswa di sini adalah mengerjakan LTS (Lembar Tugas Siswa). Dalam LTS ini sama sekali sudah tidak ada lagi misi penanaman konsep. Misi penanaman konsep dianggap sudah tercapai saat kegiatan bermain peran dan kegiatan mengisi LKS.
Contoh isi pada LTS soal cerita penjumlahan!
1.         andi diberi buku 5
diberi lagi oleh ayah 2
berapa buku andi sekarang
Jawab
.................................
2.         budi memetik mangga 5
memetik lagi mangga 3
berapa mangga budi sekarang
Jawab
.................................
3.         cahya membeli kerupuk 4
membeli lagi 3
berapa kerupuk cahya sekarang
Jawab
.................................

2.      Teknis/Langkah-Langkah Pembelajaran yang Perlu Ditempuh
Secara garis besar langkah-langkah pembelajaran soal cerita yang pernah dilakukan di sekolah binaan adalah:
(1) konkrit (melalui kegiatan bermain peran),
(2) semi konkrit (melalui kegiatan mengisi LKS) dan
(3) abstrak (melalui kegiatan mengisi LTS).
Hasilnya (seperti yang telah dikemukakan) ternyata tercapai secara memuaskan.


3.      Soal Cerita Penjumlahan
Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, jika siswa belum pernah diajarkan suatu topik pembelajaran tertentu (misal soal cerita penjumlahan dan pengurangan di kelas I) maka menurut Bruner, tahapan kegiatan pembelajarannya harus dimulai dari (1) konkrit (enactive), (2) semi konkrit (econic), dan (3) abstrak (symbolic).
Untuk soal cerita penjumlahan tahapan-tahapan pembelajaran yang dimaksud
selengkapnya adalah seperti berikut.
1.    Tahapan Konkrit (Enactive)
Pada kegiatan pembelajaran konkrit ini guru bertindak sebagai fasilitator. Peranannya adalah sebagai pemandu siswa dalam kegiatan bermain peran dan menyatakan masing-masing fakta yang dihasilkan pada setiap hasil peragaan dalam bentuk kalimat matematika. Kalimat matematika yang dimaksud adalah kalimat yang ditulis dalam bentuk angka-angka (1, 2, 3, ... dan seterusnya hingga 9), tanda-tanda relasi (+ , – , , dan : ) dan tandatanda operasi saja (= , < , > , , atau ). Beberapa siswa diminta maju ke depan secara bergiliran (hanya beberapa hingga sekitar 8 siswa saja meskipun semua siswa tertarik untuk maju ke depan) untuk melakukan kegiatan bermain peran. Dalam setiap kali bermain peran guru selalu menuliskan di papan tulis angka-angka yang bersesuaian dengan fakta yang diperagakan.
Contoh:
Soal cerita yang akan dimainperankan:
roni memegang kapur 2,
tito memegang kapur 3,
kapur ali dan kapur budi digabung
diberikan pada bu guru
berapa kapur yang diterima bu guru.?

Teknis peragaannya:
Dua orang siswa bernama Roni dan Tito dipanggil ke depan. Roni diberi kapur 2 buah oleh gurunya. Tito diberi kapur 3 buah.
Guru itu kemudian menanyakan kepada siswa-siswa lainnya, ”Anak-anak, berapa kapur yang dipegang temanmu Roni?”, (sambil meminta Roni mengangkat tinggi-tinggi 2 kapur yang dipegangnya). Setelah para siswa lainnya menjawab ”dua...”, guru kemudian menuliskan angka “2” di papan tulis.
Pertanyaan berikutnya, ”Anak-anak, berapa kapur yang dipegang temanmu Tito?”, (sambil meminta Tito mengangkat tinggi-tinggi 3 kapur yang dipegangnya). Setelah para siswa lainnya menjawab ”tiga ...”, guru kemudian menuliskan angka 3 di papan tulis, di kanan angka 2 yang sudah ditulis sebelumnya.
Perintah guru berikutnya, ”Sekarang coba kapur Roni dan kapur Tito digabung, berikan pada Bu guru, berapa kapur yang diterima oleh Bu guru?”. Guru kemudian mengangkat tinggi-tinggi 5 kapur yang dipegangnya. Setelah dijawab lima oleh siswa-siswa lainnya, guru kemudian menuliskan angka 5 di papan tulis, di sebelah kanan angka 2 dan 3 yang sudah ditulis sebelumnya.

2 3 5

Perhatikan bahwa tanda tambah (+) dan tanda sama dengan (=) sengaja belum ditulis, sambil menunggu 4 atau 5 soal cerita penjumlahan lainnya yang akan dimainperankan berikutnya.
Selanjutnya guru memanggil lagi 2 orang siswa, misal bernama Eni dan Dita. Soal cerita yang akan dimainperankan berikutnya misal:
dita memegang sedotan 4
eni memegang sedotan 2
sedotan dita dan sedotan eni digabung
diberikan pada bu guru
berapa sedotan yang diterima bu guru?
Dengan cara yang sama akhirnya Ibu guru menulis di papan tulis (di bawah tulisan no.1 tadi) “4 2 6”. Sehingga dua baris tulisan yang tampak di papan tulis adalah
2 3 5
4 2 6
Demikian seterusnya hingga soal cerita yang ke-5. Guru memanggil seorang siswa, misal namanya Faris. Soal yang dimainperankan misal:
Faris mempunyai pensil 3
Diberi lagi oleh Ibu guru 1
Berapa pensil Faris sekarang
Akhirnya dari peragaan di atas diperoleh kalimat matematika berbentuk:
3 1 4
Sehinga hasil seluruhnya dari 5 soal yang dimainperankan selengkapnya adalah:
2 3 5
4 2 6
1 2 3
4 1 5
3 1 4
Setelah kelima soal tersebut selesai dimainperankan, guru kemudian melengkapi kelima hasil peragaan tersebut dengan tanda ”+” dan ”=” sambil mengajak siswa membacanya secara lantang.

2 + 3 = 5 ...........dibaca ” dua ditambah tiga sama dengan lima”
4 + 2 = 6............dibaca ” empat ditambah dua sama dengan enam”
1 + 2 = 3............dibaca ” satu ditambah dua sama dengan tiga”
4 + 1 = 5............dibaca ” empat ditambah satu sama dengan lima”
3 + 1 = 4 ...........dibaca ” tiga ditambah satu sama dengan empat”

2.    Tahapan Semi Konkrit (Econic)
Setelah pengalaman konkrit melalui kegiatan bermain peran dilakukan dan dirasa siswa sudah tampak mendapatkan gambaran tentang arti matematika dari soal cerita yang baru saja dimainperankan, tahapan berikutnya adalah tahapan semi konkkrit. Pada tahap ini tiap siswa diberi satu LKS. Isi LKSnya adalah soal-soal cerita yang semuanya ditulis di atas gambar-gambar yang memperagakan soal-soal cerita tersebut. Tujuannya untuk memantapkan pemahaman siswa yang baru saja diperoleh dari kegiatan bermain peran.
Berikut contoh bentuk LKS yang dimaksudkan.


3.    Tahapan Abstrak (Symbolic)
Setelah siswa menjalani tahapan pembelajaran konkrit (melalui kegiatan bermain peran) dan semi konkrit (melaui kegiatan mengisi LKS) maka tahapan berikutnya (terakhir) adalah abstrak. Pada tahap ini soal-soal cerita yang diberikan kepada siswa murni soal cerita yang hanya berupa kalimat yang ditulis dalam bentuk huruf-huruf dan angka-angka saja. Sarana yang digunakan untuk mengukur ketercapaian tujuan pembelajarannya adalah LTS (Lembar Tugas Siswa). Berbeda dengan LKS yang mengandung ciri-ciri konsep, LTS sama sekali abstrak sebab tidak mengandung ciri-ciri konsep (Eli Estiningsih 1995:12). Ciri-ciri konsep yang dimaksud diperoleh siswa pada saat kegiatan bermain peran dan mengisi LKS. Berikut bentuk LTS yang dimaksud.
Contoh
anto membeli 2 pensil
membeli lagi 4 pensil
berapa pensil anto sekarang
Jawab
2 + 4 = 6









D.   Manfaat-Manfaat Dari Penerapan Metode Pembelajaran Bermain Peran
Sambil bermain, anak-anak juga ikut belajar berbagi, belajar mengantri atau bergiliran, dan berkomunikasi dengan teman-temannya. Ia pun mulai belajar untuk bekerja sama dengan orang lain. Kemampuan ini termasuk untuk memahami perasaan takut, kecewa, sedih, marah dan cemburu. Melalui imajinasi yang dibangunnya sendiri, ia belajar mengelola dan memahami perasaan-perasaan tersebut. Misalnya, ketika ia melakukan permainan yang melibatkan perasaan, ia jadi mulai belajar untuk berempati dengan perasaan orang lain. Ada 3 manfaat umum dari penerapan metode bermain peran:
1.      Kreativitas
Dalam dunia khayalan,
anak bisa jadi apa saja dan melakukan apa saja. Bahkan, semakin sering ia melakukan permainan peran, akan semakin besar daya kreativitasnya terasah.
2.      Disiplin
Saat bermain peran, biasanya ia mengambil peraturan dan pola hidupnya sehari-hari. Misalnya, saat ia bermain peran sebagai
orangtua yang menidurkan anaknya, ia akan bersikap dan mengatakan seperti apa yang ia sering dilakukan dan dikatakan oleh orangtuanya. Sehingga secara tak langsung, ia pun membangun kedisiplinan dan keteraturan pada dirinya sendiri.
3.      Keluwesan
Saat bermain peran, secara tidak langsung
anak-anak mulai belajar untuk mengatasi rasa takut dan hal-hal yang sebelumnya berbeda bagi mereka Dengan bimbingan dan perumpamaan ini, diharapkan rasa takut atau trauma si kecil akan lebih berkurang.
E.      kelebihan dan kekurangan metode pembelajaran Sosiodrama/Bermain Peran (Role Playing) dalam kegiatan pembelajaran Matematika
Seperti metode-metode pembelajaran yang lain, metode pembelajaran Sosiodrama/Bermain Peranan (Role Playing) juga memiliki kelebihan dan kekurangan. Maksudnya, tidak semua materi (terutama dalam mata pelajaran Matematika) bisa menjadi lebih baik bila menggunakan metode ini, akan tetapi harus dipilih dengan teliti oleh guru pengampu, mana yang baik menggunakan metode ini dan mana yang tidak.

Berikut akan dipaparkan beberapa kelebihan dan kekurangan dari metode pembelajaran sosiodrama/bermain peran (Role Playing) dalam kegiatan pembelajaran Matematika:


1.      Kelebihan metode sosiodrama

a)      Dapat berkesan dengan kuat dan tahan lama dalam ingatan siswa. Disamping merupakan pengalaman yang menyenangkan dan sulit untuk dilupakan.
b)      Sangat menarik bagi siswa, sehingga memungkinkan kelas menjadi dinamis dan penuh antusias.
c)      Membangkitkan gairah dan semangat optimisme dalam diri siswa serta menumbuhkan rasa kebersamaan dan kesetiakawanan sosial yang tinggi.
d)      Dapat menghayati peristiwa yang berlangsung dengan mudah, dan dapat memetik butir-butir hikmah yang terkandung di dalamnya dengan penghayatan siswa sendiri
e)      Dimungkinkan dapat meningkatkan kemampuan profesional siswa, dan dapat menumbuhkan/membuka kesempatan bagi lapangan kerja

2.      Kekurangan/kelemahan metode sosiodrama

Metode sosiodrama dan bermain peranan memiliki sisi-sisi kelemahan. Namun yang penting disini, kelemahan dalam suatu metode tertentu dapat ditutupi dengan memakai metode yang lain. Mungkin sesekali kita perlu memakai metode diskusi, audio visual, tanya jawab, jigsaw dan metode-metode lain yang dapat dianggap melengkapi metode sosiodrama/bermain peran dalam proses pembelajaran. Kelemahan metode sosiodrama dan bermain peran ini terletak pada :

a)    Sosiodrama dan bermain peran memerlukan waktu yang relatif panjang/banyak.
b)    Memerlukan kreativitas dan daya kreasi yang tinggi dari pihak guru maupun siswa. Dan ini tidak semua guru memilikinya.
c)    Kebanyakan siswa yang ditunjuk sebagai pemeran merasa malu untuk memerankan suatu adegan tertentu.
d)    Apabila pelaksanaan sosiodrama dan bermain peran mengalami kegagalan, bukan saja dapat memberi kesan kurang baik, tetapi sekaligus berarti tujuan pengajaran tidak tercapai dan waktu menjadi sia-sia.
e)    Tidak semua materi pelajaran dapat disajikan melalui metode ini






BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
1.      Metode Bermain Peran/Sosiodrama (Role Playing) adalah suatu cara mengajar dengan jalan mendramatisasikan bentuk tingkah laku dalam hubungan sosial. Titik tekanannya terletak pada keterlibatan emosional dan pengamatan indera ke dalam suatu situasi masalah yang secara nyata dihadapi oleh peserta didik.
2.      Dengan adanya keterlibatan emosional dan pengamatan indera ke dalam suatu situasi masalah yang secara nyata dihadapi, penerapan metode Bermain Peran/Sosiodrama (Role Playing) diharapkan mampu meningkatkan minat belajar siswa dan kompetensi siswa dalam memecahkan soal cerita.
3.      Pendekatan yang diterapkan adalah pendekatan pemecahan masalah (Problem Solving), dan strategi yang digunakan adalah Strategi tidak langsung.
B. Saran
Kepada guru mata pelajaran matematika di SD, hendaknya mampu menerapkan metode pembelajaran Bermain Peran/Sosiodrama (Role Playing) untuk meningkatkan minat belajar siswa.
Selain itu, Guru juga harus mampu menguasai berbagai metode pembelajaran dan bisa memilih metode yang tepat sesuai dengan materi yang akan diajarkan.
Guru mampu menyesuaikan kondisi lingkungan, memanfaatkan sarana yang tersedia dan menganalisa kesiapan siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Sehingga bisa mencapai tujuan pembelajaran secara maksimal.