BAB II
LANDASAN TEORI
A. Deskipsi
Teori
1. Metode
INVACT
a.
Pengertian
Metode INVACT
Metode
INVACT (increase value activity) adalah metode penanaman nilai menggunakan berbagai
aktivitas yang dilakukan sebelum kegiatan pembelajaran dimulai dan direfleksi
aplikasi nilainya setelah kegiatan pembelajaran selesai. Metode ini merupakan
salah satu cara untuk membentuk karakter siswa (Puji Trimaryanti : 2009).
b.
Karakteristik Metode Invact
Menurut Puji Trimaryanti (2009) karakterisitik dari Metode
INVACT (increase value activity) yaitu:
1.)
Aktivitas
yang digunakan merupakan aktivitas yang mengandung nilai-nilai kehidupan.
2.)
Aktivitas
bisa berupa permainan, menonton video, mendengarkan atau membaca cerita,
menganalisis lagu secara sederhana, dan sebagainya.
3.)
Guru
harus menyusun agenda tema untuk satu tahun. Guru harus menentukan karakter apa
yang diharapkan muncul dalam satu tahun ajaran (goal = karakter utama).
Karakter ini kemudian dipetakan menjadi beberapa karakter khusus yang membentuk
karakter utama tersebut dimiliki oleh seseorang. Jumlah karakter khusus
menyesuaikan kebijakan guru bisa dua, tiga, empat, dan sebagainya. Kemudian
dari karakter khusus ini dicari nilai-nilai utama pembentuk karakter tersebut.
Nilai utama ini yang akan menjadi payung nilai satu bulan atau bisa satu
minggu. Dari nilai utama ini kemudian ditentukan nilai khusus yang akan
diaplikasikan pada kegiatan pembelajaran. Misalnya selama satu minggu
menggunakan nilai utama kerjasama maka hari pertama menggunakan nilai indahnya
perbedaan, hari kedua bersahabat dengan semua teman, dan seterusnya.
4.)
Aktivitas
yang dipilih disesuaikan dengan tema pada pertemuan tersebut.
5.)
Nilai
dalam setiap kegiatan pembelajaran disesuaikan dengan nilai khusus yang sudah
disepakati bersama. Misalnya tentang mencintai lingkungan, maka pada soal
cerita pembelajaran Matematika menggunakan cerita-cerita yang berhubungan dengan
pelestarian lingkungan.
6.)
Penemuan
nilai dalam aktivitas dilakukan dengan diskusi bersama antara guru dan siswa.
Guru harus melakukan banyak pancingan kepada siswa dalam diskusi supaya nilai
yang disepakati bersama sesuai dengan tema pada pertemuan tersebut dan urutan
tema dalam agenda.
7.)
Nilai
yang dipilih akan menjadi tema nilai pertemuan satu hari tersebut. Di akhir kegiatan
pembelajaran akan ada refleksi nilai. Siswa yang mengaplikasikan nilai tersebut
selama satu hari akan mendapat bintang sedangkan siswa yang melanggar akan
dikurangi bintangnya. Pada akhir semester atau akhir tahun ajaran
bintang-bintang tersebut akan dihitung dan siswa tertentu (yang memiliki
bintang terbanyak atau memenuhi jumlah bintang tertentu tergantung kebijakan
guru) akan mencapat reward dari guru atau sekolah.
8.)
Sebisa
mungkin guru harus mengawasi siswa selama kegiatan pembelajaran di sekolah dan
memacu siswanya untuk jujur dalam kegiatan refleksi.
9.)
Guru
memiliki buku catatan bintang untuk anak dan menyediakan reward untuk siswa
yang disepakati akan mendapat reward (jumlah bintang terbanyak atau memenuhi
jumlah tertentu tergantung kebijakan guru).
10.)
Aktivitas dilakukan sebelum kegiatan
pembelajaran dimulai. Aktivitas ini merupakan kegiatan di luar apersepsi.
11.)
Waktu untuk aktivitas 10-15 menit sedangkan
untuk refleksi 5-10 menit atau menyesuaikan kebijakan sekolah dan guru.
c.
Langkah-langkah Metode
Invact
Menurut A. Kosasih Djahiri (1985) dalam Puji Trimaryanti (2011)
langkah-langkah dari Metode INVACT (increase value activity) yaitu:
1.)
Kegiaatan
diawali dengan doa dan salam.
2.)
Siswa
mendengarkan penjelasan guru tentang aktivitas yang akan dilakukan.
3.)
Siswa
mengikuti instruksi guru untuk melakukan aktivitas.
4.)
Siswa
dan guru berdiskusi untuk menentukan nilai apa yang akan disepakati bersama
untuk menjadi tema nilai pada pertemuan satu hari tersebut.
5.)
Selama
satu hari aplikasi dari nilai tersebut akan dilakukan siswa dan dimonitor guru
maupun sesama siswa.
6.)
Setelah
pembelajaran selesai dilakukan refleksi untuk menentukan siswa yang mendapat
bintang atau dikurangi bintangnya serta nasehat dari guru.
7.)
Kegiatan
diakhiri dengan salam dan doa.
d. Kelebihan
Metode Invact
1.) Sistematis, memiliki tujuan yang
jelas dan strategi yang tersusun di awal tahun.
2.)
Meningkatkan
kebermaknaan kegiatan pembelajaran.
3.)
Strategis,
secara tidak langsung masuk (include) dalam kegiatan pembelajaran.
4.)
Meningkatkan
motivasi siswa. Karena mengawali kegiatan pembelajaran dengan aktivitas yang
menyenangkan dan bernilai maka dapat menumbuhkan sikap “suka sekolah” bagi
siswa.
5.)
Meningkatkan
profesionalitas dan kreativitas guru dengan learning by do dalam menentukan
nilai dan aktivitas yang akan dilakukan.
e. Kekurangan
Metode Invact
1.) Menambah waktu kegiatan pembelajaran
sekitar 20-30 menit sehingga siswa harus pulang lebih siang. Kemungkinan juga
akan mengubah jadwal istirahat pembelajaran.
2.)
Menambah
biaya operasional di sekolah.
3.)
Keefektifannya
bergantung pada kedisiplinan guru dan siswa.
2. Pendidikan
Karakter
a.
Pengertian Pendidikan Karakter
Menurut
Wyne (1991:128), kata karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti ‘to
mark’ (menandai), yang memfokuskan pada aplikasi nilai kebaikan dalam
bentuk perilaku atau tindakan. Istilah karakter juga memiliki kaitan
dengan personality (kepribadian) seseorang, di mana seseorang dikatakan
berkarakter jika sikap dan perilakunya sesuai dengan kaidah moral tertentu.
Strom (2002) mendefinisikan karakter sebagai suatu gabungan dari
atribut-atribut pola sikap dan perilaku yang terpadu untuk mengangkat identitas
seseorang dan membedakan setiap individu dengan yang lainnya. Dari kedua
pengertian itu, paling tidak terdapat dua kata kunci yang termuat dalam
karakter, yaitu: sikap (attitude) dan perilaku (behavior).
Pendidikan
untuk menanamkan karakter pada anak dinamakan pendidikan karakter.
Buchori (2011) mengartikan pendidikan karakter sebagai bentuk pengendalian diri
terhadap dua hal: pengendalian diri untuk melaksanakan apa yang menurut hati nurani harus
dilaksanakan dan tak melaksanakan segala sesuatu yang menurut hati nurani tak
boleh dilakukan. Dalam istilah agama, pengertian ini sejalan dengan takwa:
menjalankan apa yang diperintahkan dan menjauhkan diri dari apa yang dilarang
Tuhan. Dengan demikian, pendidikan karakter sebenarnya merupakan latihan takwa.
Pendidikan karakter di sekolah
mengacu pada proses penanaman nilai, berupa pemahaman-pemahaman, tata cara
merawat dan menghidupi nilai-nilai, serta bagaimana seorang siswa memiliki
kesempatan untuk dapat melatihkan nilai-nilai tersebut secara nyata (Soeparno, 2002:
193).
Dr Thomas Lickona menyatakan;
“pendidikan berkarakter adalah usaha sengaja untuk membantu orang memahami,
peduli, dan bertindak berdasarkan nilai-nilai etika inti.” Sebagai pendidik
yang berkarakter guru harus mempunyai visi dan misi untuk membentuk karakter
siswa yang positif. Selama pembelajaran yang dilakukannya akan menuntun siswa
agar bisa menilai benar salah satu nilai (value), mengerti yang baik dan
yang buruk serta peduli apa yang benar harus dilakukan.
b.
Nilai-nilai
Karakter
Kemendiknas
(2010) mengidentifikasi 80 butir nilai-nilai karakter, dan ke-80 butir itu
secara garis besar dihimpun ke dalam lima kelompok (seperti disajikan
Tabel 1). Kelima kelompok itu adalah nilai-nilai perilaku manusia terhadap
Tuhan, nilai-nilai perilaku manusia terhadap diri sendiri, nilai-nilai perilaku
manusia terhadap sesama manusia, nilai-nilai perilaku manusia terhadap
lingkungan dan nilai-nilai kebangsaan.
Tabel 1
Taksonomi
Nilai-nilai Karakter
No
|
Kategori
|
Nilai-nilai Karakter
|
1.
|
Nilai-nilai
perilaku manusia terhadap Tuhan
|
Taat
kepada Tuhan, syukur, ikhlas, sabar, tawakkal (berserah diri kepada Tuhan)
|
2.
|
Nilai-nilai
perilaku manusia terhadap diri sendiri
|
Reflektif,
percaya diri, rasional, logis, kritis, analistis, kreatif, inovatif, mandiri,
hidup sehat, bertanggung jawab, cinta ilmu, sabar, berhati-hati, rela
berkorban, pemberani, dapat dipercaya, jujur, menepati janji, adil, rendah
hati, malu berbuat salah, pemaaf, berhati lembut, setia, bekerja keras,
tekun, ulet atau gigih, teliti, berinisiatif, berpikir positif, disiplin,
antisipatif, inisiatif, visioner, bersahaja, bersemangat, dinamis, hemat,
efisien, menghargai, dedikatif, pengendalian diri, produktif, ramah, cinta
keindahan, sportif, tabah, terbuka, dan tertib.
|
3.
|
Nilai-nilai
perilaku manusia terhadap sesama manusia
|
Taat
peraturan, toleran, peduli, kooperatif, demokratis, apresiatif, santun,
bertanggung jawab, menghormati orang lain, menyayangi orang lain, pemurah
(dermawan), mengajak berbuat baik, berbaik sangka, empati dan konstruktif
|
4.
|
Nilai-nilai
perilaku manusia terhadap lingkungan
|
Peduli
dan bertanggung jawab terhadap pelestarian, pemeliharaan dan pemanfaatan
tumbuhan, binatang dan lingkungan alam sekitar
|
5.
|
Nilai-nilai
kebangsaan
|
Cinta
tanah air, cinta damai, tidak rasis, menjaga persatuan, memiliki semangat
membela bangsa dan negara, berbahasa Indonesia dengan baik dan benar, bangga
sebagai bangsa Indonesia, mencintai produk sendiri, mencintai seni sendiri,
mencintai budaya sendiri, dan memiliki semangat berkontribusi kepada bangsa
dan negara.
|
Dalam
implementasi di lapangan, idealnya ke-80 butir nilai karakter tersebut dapat
terinternalisasi secara utuh. Disadari bahwa memfasilitasi semua nilai
tersebut agar dapat terinternalisasi memang sangat berat. Oleh karena itu, guru
dapat mengidentifikasi nilai-nilai pokok sebagai fokus internalisasi.
Nilai-nilai yang dijadikan fokus tersebut dapat berupa nilai-nilai yang
bersifat universal, sedangkan nilai-nilai lainnya dapat terinternalisasi secara
otomatis sebagai dampak pengiring dari proses internalisasi nilai-nilai pokok
tersebut.
Dalam
struktur kurikulum, ada dua mata pelajaran yang terkait langsung dengan pengembangan
karakter (khususnya budi pekerti dan akhlak mulia), yaitu pendidikan Agama dan
PKn. Kedua mata pelajaran itu merupakan mata pelajaran yang secara langsung
mengenalkan nilai-nilai, dan sampai taraf tertentu menjadikan peserta didik
peduli dan menginternalisasi nilai-nilai. Pengintegrasian pendidikan karakter
pada mata pelajaran lain (di luar pendidikan Agama dan PKn) lebih menekankan
kepada penginternalisasian nilai-nilai melalui serangkaian kegiatan-kegiatan di
dalam proses pembelajaran. Tentu, hal itu tanpa menafikan ada
unsur-unsur pada mata pelajaran tertentu yang tanpa disadari mempengaruhi dalam
pembentukan karakter anak, seperti dalam matematika.
Berikut
sebuah contoh nilai-nilai karakter yang dapat dikembangkan dari standar
kompetensi lulusan (SKL) SMP/MTs. Subtansi nilai-nilai karakter yang mengacu
SKL SMP/MTS tersebut diperlihatkan sebagaimana Tabel 2.
Tabel 2
Subtansi Nilai Karakter pada SKL SMP/MTS
No.
|
Rumusan SKL
|
Nilai-nilai Karakter
|
1.
|
Mengamalkan
ajaran agama yang dianut sesuai dengan tahap perkembangan remaja
|
Iman dan taqwa
|
2.
|
Menunjukkan
sikap percaya diri
|
Adil
|
3.
|
Mematuhi
aturan-aturan sosial yang berlaku dalam lingkungan yang lebih luas
|
Disiplin
|
4.
|
Menghargai
keberagaman agama, budaya, suku, ras, dan golongan sosial ekonomi dalam
lingkungan nasional
|
Nasionalis
|
5.
|
Mencari
dan menerapkan informasi dari lingkungan sekitar dan sumber-sumber lain
secara logis, kritis, dan kreatif
|
Bernalar, kreatif
|
6.
|
Menunjukkan
kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif
|
Bernalar,kreatif
|
7.
|
Menunjukkan
kemampuan belajar secara mandiri sesuai dengan potensi yang dimilikinya
|
Gigih, tanggung jawab
|
8.
|
Menunjukkan
kemampuan menganalisis dan
memecahkan
masalah dalam kehidupan sehari-hari
|
Bernalar
|
9.
|
Mendeskripsi
gejala alam dan social
|
Terbuka, bernalar
|
10.
|
Memanfaatkan
lingkungan secara bertanggung jawab
|
Tanggung jawab
|
11.
|
Menerapkan
nilai-nilai kebersamaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara demi terwujudnya persatuan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia
|
Nasionalis, gotong ro-yong
|
12.
|
Menghargai
karya seni dan budaya nasional
|
Peduli, nasionalis
|
13.
|
Menghargai
tugas pekerjaan dan memiliki kemampuan untuk berkarya
|
Tanggung jawab, kreatif
|
14.
|
Menerapkan
hidup bersih, sehat, bugar, aman, dan memanfaatkan waktu luang
|
Bersih dan sehat
|
15.
|
Berkomunikasi
dan berinteraksi secara efektif dan santun
|
Santun, bernalar
|
16.
|
Memahami
hak dan kewajiban diri dan orang lain dalam pergaulan di masyarakat
|
Terbuka, tanggung jawab
|
17.
|
Menghargai
adanya perbedaan pendapat
|
Terbuka, adil
|
18.
|
Menunjukkan
kegemaran membaca dan menulis naskah pendek sederhana
|
Gigih, kreatif
|
19.
|
Menunjukkan
keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis dalam bahasa Indonesia
dan bahasa Inggris sederhana
|
Gigih, kreatif
|
20
|
Menguasai
pengetahuan yang diperlukan untuk
mengikuti
pendidikan menengah
|
Visioner, bernalar
|
c.
Nilai-nilai
Karakter Pelajaran Matematika
Matematika
terbentuk sebagai hasil pemikiran manusia yang berhubungan dengan ide, proses
dan penalaran. Dengan bernalar, anak bisa membedakan sesuatu yang baik
dan buruk, bermanfaat atau tidak. Bahkan dengan bernalar, anak bisa mengambil
tindakan dari permasalahan yang ada. Ada yang berpendapat hanya melaui
kemampuan bernalar, karakter anak terbentuk. “Benarkah kesimpulan
ini?” Tentu jawabannya belum cukup. Kemampuan bernalar hanya menyentuh aspek
pertama (moral knowing) dari tiga komponen karakter yang diuraikan
sebelumnya.
Ada
beberapa aspek dalam matematika bila diajarkan melalui perencanaan yang terarah,
bimbingan yang ketat dari guru, adanya keteladan guru, maka akan
memberikan dampak terbentuknya nilai-nilai karakter pada diri anak. Soejadi
(1999:129) berpendapat bahwa pelajaran matematika di sekolah dapat memberikan
dampak material (akibat adanya penerapan matematika serta keterampilan
matematika) dan formal (tertatanya nalar serta terbentuknya karakter
anak). Keduanya akan bermuara pada terinternalisasinya nilai-nilai
karakter pada anak, seperti sikap hemat, berpikir kritis, berpikir
logis, berpikir inovatif, taat asas, jujur, gigih atau ulet, kreatif, teliti,
tekun, dan berinisiatif. Sebagian dari nilai karakter di atas, akan
diuraikan secara rinci pada beberapa sub bagian berikut.
1.)
Kesepakatan
Sadar
ataupun tidak, seorang anak yang mempelajari matematika telah menggunakan
kesepakatan-kesepakatan tertentu. Kesepakatan-kesepakatan itu dapat berupa
simbol atau lambang, istilah atau konsep, definisi, serta aksioma.
Sebagai contoh, lambang bilangan yang selama ini digunakan seperti 1, 2,
3, dst merupakan lambang yang disepakati. Kesepakatan itu tanpa disadari telah
tertanam sejak seorang anak belajar di kelas satu SD atau bahkan di TK.
Bilangan yang dilambangkan dengan 2 disepakati dan disebut dengan “dua.”
Mengapa? Itulah yang ternyata selalu digunakan hingga sekarang.
Bagaimana
peran kesepakatan dalam pergaulan di masyarakat? Sadar ataupun tidak, dalam
kehidupan sehari-hari terdapat banyak kesepakatan-kesepakatan, baik yang
tertulis maupun tidak tertulis. Apabila seseorang berperilaku tidak sesuai
dengan kesepakatan tertentu dalam masyarakat, tentulah ia dianggap sebagai
melanggar suatu aturan. Dengan demikian, seorang anak yang dibiasakan belajar
matematika yang penuh dengan kesepakatan yang harus ditaati, kiranya akan mudah
memahami perlunya kesepakatan dalam kehidupan masyarakat. Inilah salah satu
aspek matematika yang memiliki peran pembentukan karakter anak pada aspek
taat peraturan, malu berbuat salah, dan jujur.
2.)
Ketaatasasan
Yang
dimaksud ketaatasaan atau konsistensi adalah tidak dibenarkannya muncul
kontradiksi. Bila pernyataan “Melalui satu titik P di luar garis a
dapat dibuat tepat satu garis sejajar dengan a,” diterima sebagai hal
yang benar, maka pernyataan “Jika garis a sejajar garis b dan garis p
memotong garis a, maka garis p tidak memotong garis b,”
harus dianggap salah. Inilah salah satu contoh konsistensi dalam
matematika.
Seorang
anak yang terbiasa berpikir matematik, tidak terlalu sulit untuk memahami
perlunya sikap konsisten dan tidak sulit melihat inkonsistensi yang terjadi
dalam kehidupan. Bila sikap ini dipupuk dan dibiasakan pada anak selama belajar
matematika, akan memberikan dampak bagi mereka bersikap jujur, menepati janji,
dapat dipercaya, disiplin, dan tertib.
3.)
Semesta
Dalam
matematika, terdapat simbol-simbol atau lambang-lambang yang berbentuk
variabel, seperti x, y, z dan sebagainya. Apa makna lambang tersebut? Terserah
kepada si pemakai, akan diberi makna apa. Mungkin diberi makna bilangan atau
yang lain, sesuai dengan kebutuhan pemakai. Hal itu menunjukkan adanya lingkup
pembicaraan yang dapat juga disebut sebagai semesta pembicaraan.
Dalam matematika,
disadari atau tidak terdapat banyak permasalahan yang amat memperhatikan
semesta. Bila semesta tidak diperhatikan, maka sangat besar kemungkinan jawab
yang diberikan akan salah. Perhatikan contoh berikut: “Tulislah lambang
bilangan asli yang sesuai pada titik-titik, sehingga kalimat menjadi benar: 5 +
2 x …. = 10!” Kalau tidak disadari semestanya, maka tidak mustahil anak akan
menjawab 2,5. Benarkah? Tentulah jawaban ini salah karena 2,5 bukan merupakan
anggota dari semesta yang diminta yakni bilangan asli. Jawaban yang benar
adalah tidak ada bilangan asli yang memenuhi persamaan yang dimaksudkan.
Bagaimana penerapan keberadaan
semesta dalam kehidupan sehari-hari? Tentulah tidak sulit, bahwa manusia di
bumi ini diciptakan dalam kelompok-kelompok, menjadi berbangsa-bangsa, suku
bangsa atau bahkan menjadi satuan organisasi. Dalam masing-masing kelompok
tersebut, berlaku suatu aturan tertentu. Seseorang yang akan melakukan tindakan
atau melontarkan kata-kata tertentu, perlu memperhatikan di mana dia berada
atau di lingkup mana dia berada. Bila seseorang terbiasa dengan aturan
matematika, maka mereka tidak sulit melakukan penyesuaian seperti halnya dampak
yang diinginkan keterikatan semesta selama belajar matematika. Kemungkinan
tidak terjadi peristiwa memalukan seperti yang terjadi pada konggres PSSI 20
Mei 2011 lalu, bila seluruh anggota konggres (termasuk pemegang suara) telah
mempelajari matematika dengan benar. Bila statuta FIFA dianggap sebagai
semestanya, maka semua akan tunduk dan mengikuti ketentuan yang digunakan untuk
proses pemilihan pengurus PSSI.
Beberapa aspek atau unsur dalam
matematika di atas, dalam proses belajar mengajar sering kali tidak
disadari secara penuh, dan kurang eksplisit. Sementara itu, tujuan dan manfaat
pelajaran matematika tidak hanya aspek material (penerapan dan keterampilan)
tetapi yang lebih penting adalah aspek formal. Aspek dan unsur penting itu,
bila mendapat perhatian secara sungguh-sungguh dalam proses belajar mengajar
akan semakin terasa adanya nilai-nilai karakter yang dapat dimunculkan.
B. Kerangka
Berpikir
Penguatan
pendidikan moral (moral education) atau pendidikan karakter (character education)
dalam konteks sekarang sangat relevan untuk mengatasi krisis moral yang sedang
melanda di negara kita. Krisis tersebut antara lain berupa meningkatnya
pergaulan bebas, maraknya angka kekerasan anak-anak dan remaja, kejahatan terhadap teman, pencurian
remaja, kebiasaan menyontek, penyalahgunaan obat-obatan,
pornografi, dan perusakan milik orang lain sudah menjadi masalah sosial yang
hingga saat ini belum dapat diatasi secara tuntas, oleh karena itu betapa pentingnya
pendidikan karakter.
Menurut
Lickona, karakter berkaitan dengan konsep moral (moral knonwing), sikap
moral (moral felling), dan perilaku moral (moral behavior).
Berdasarkan ketiga komponen ini dapat dinyatakanbahwa karakter yang
baikdidukung oleh pengetahuan tentang kebaikan, keinginan untuk berbuat baik,
dan melakukan perbuatan kebaikan. Bagan dibawah ini merupakan bagan kterkaitan
ketiga kerangka pikir ini.
Salah satu metode yng telah
diterapkan di jejnjang Sekolah Dasar (SD)
yaitu Metode INVACT (increase value
activity) . Dimana pada metode ini akan dapat meningktkan aktifitas siswa dalam proses pembelajaran sehingga hal
itu akan dapat terlihat bagaimana proses pengembangan karakter siswa.
Dalam penelitian ini Metode INVACT (increase value activity) tersebut
akan diterapkan dijenjang SMP. Sehinga dapat dilihat apakah efektif Metode
INVACT (increase value activity) ini diterapkan di SMP.
C. Hipotesis
Penelitian
Hipotesis yang muncul dalam penelitian ini adalah:
“Ada Pengaruh Metode INVACT (Increase Value
Activity) terhadap pendidikan karakter siswa Kelas VII SMPN 15 Mataram
Tahun Pelajaran 2013/2014”
Tugas Metodologi Penelitian, Pendidikan Matematika FKIP UNRAM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar