BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Belajar adalah sebuah proses yang terjadi pada
manusia dengan berpikir, merasa, dan bergerak untuk memahami setiap kenyataan
yang diinginkannya untuk menghasilkan sebuah perilaku, pengetahuan, atau
teknologi atau apapun yang berupa karya dan karsa manusia tersebut. Belajar
berarti sebuah pembaharuan menuju pengembangan diri individu agar kehidupannya
bisa lebih baik dari sebelumnya. Belajar pula bisa berarti adaptasi terhadap
lingkungan dan interaksi seorang manusia dengan lingkungan tersebut.
Asumsi-asumsi yang melandasi program-program
pendidikan seringkali tidak sejalan dengan hakekat belajar, hakekat orang yang
belajar dan hakekat orang yang mengajar. Dunia pendidan, lebih khusus lagi
dunia belajar, didekati degan paradigma yang tidak mampu menggambarkan hakekat
belajar dan pembelajaran secara komprehensif. Praktik-praktik pendidikan dan
pembelajaran sangat diwarnai oleh landasan teoritik dan konseptual yang tidak
akurat. Pendidikan dan pembelajaran selama ini hanya mengagungkan pada
pembentukan perilaku keseragaman, dengan harapan akan menghasilkan keteraturan,
ketertiban, dan kepastian. Pembentukan ini dilakukan dengan kebijakan
penyeragaman pada berbagai hal di sekolah. Paradigma pendidikan yang
mengagungkan keseragaman ternyata telah berhasil mengajarkan anak-anak untuk
mengabaikan keberagaman/perbedaan.
Banyak
teori tentang belajar yang telah berkembang mulai abad ke 19 sampai sekarang
ini. Pada awal abad ke-19 teori belajar yang berkembang pesat dan memberi
banyak sumbangan terhadap para ahli psikologi adalah teori belajar tingkah laku
(behaviorisme) yang awal mulanya dikembangkan oleh psikolog
Rusia Ivan Pavlav (tahun 1900-an) dengan teorinya yang dikenal dengan istilah
pengkondisian klasik (classical conditioning) dan kemudian teori
belajar tingkah laku ini dikembangkan oleh beberapa ahli psikologi yang lain
seperti Edward Thorndike, B.F Skinner dan Gestalt.
Dari uraian di atas maka para pendidik dan para
perancang pendidikan serta pengembangan program-program pembelajaran perlu
menyadari akan pentingnya pemahaman terhadap hakikat belajar dan pembelajaran.
Berbagai teori belajar dan pembelajaran seperti teori behaviouristik, kognitif,
konstruktivitas, humanistik, dan kecerdasan ganda, penting untuk dimengerti dan
diterapkan sesuai dengan kondisi dan konteks pembelajaran yang dihadapi. Selain
itu juga perlu dipahami implementasi pengajaran supaya tercipta pengajaran yang
efektif.
B. Rumusan Masalah
Setelah mengkaji
latar belakang masalah, maka dapat dikemukakan permasalahn yang akan dibahas
adalah sebagai berikut:
1. Apakah
pengertian belajar menurut pandangan behavioristik?
2. Bagaimanakah
teori belajar menurut Edwin Guthrie?
3. Bagaimanakah
teori belajar menurut Skinner?
4. Bagaimanakah
analisis tentang teori behavioristik?
5. Apakah
kelemahan dan kelebihan teori
behavioristik?
6. Bagaimanakah aplikasi teori behavioristik dalam
kegiatan pembelajaran?
C. Tujuan
Adapun tujuan disusunnya makalah
ini adalah sebagai berikut:
1. Mendeskripsikan
pengertian belajar menurut pandangan behavioristik
2. Mendeskripsikan
teori belajar menurut Edwin Guthrie
3. Mendeskripsikan
teori belajar menurut Skinner
4. Mendeskripsikan
analisis tentang teori behavioristik
5. Mendeskripsikan
kelemahan dan kelebihan teori
behavioristik
6. Mendeskripsikan aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan
pembelajaran
D. Manfaat
1. Bagi
masyarakat umum makalah ini dapat dijadikan sebagai bahan bacaan untuk memberi
informasi tentang bagaimana teori-teori belajar dan pembelajaran dan
bentuk-bentuk implementasi pembelajaran
2. Bagi
pemerintah, makalah ini dapat membantu
dalam mensosialisasikan informasi tentang teori-teori belajar dan pembelajaran
dan bentuk-bentuk implementasi pembelajaran.
3. Bagi
mahasiswa khususnya calon pendidik, makalah ini dapat dijadikan sebagai
referensi dalam mempelajari teori-teori belajar dan pembelajaran dan
bentuk-bentuk implementasi pembelajaran.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Belajar Menurut Pandangan Teori Behavioristik
Teori belajar
behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner
tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori ini lalu
berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah
pengembangan teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai
aliran behavioristik. Menurut teori behavioristik belajar adalah perubahan tingkah
laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori
belajar behavioristik menjelaskan belajar itu adalah perubahan perilaku yang
dapat diamati, diukur dan dinilai secara konkret. Belajar merupakan akibat adanya
interaksi antara stimulus dan respon. Perubahan terjadi melalui rangsangan (stimulans) yang menimbulkan hubungan
perilaku reaktif (respon) berdasarkan hukum-hukum mekanistik. Stimulans tidak
lain adalah lingkungan belajar anak, baik yang internal maupun eksternal yang
menjadi penyebab belajar. Sedangkan respons adalah akibat atau dampak, berupa
reaksi fisik terhadap stimulans. Belajar berarti penguatan ikatan,
asosiasi, sifat da kecenderungan perilaku S-R (stimulus-Respon). Dengan kata lain, belajar merupakan
bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah
laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon.
Seseorang dianggap telah belajar sesuatu
jika ia dapat menunjukkan perubahan tingkah lakunya. Sebagai contoh, anak belum
dapat menyelesaikan soal-soal aljabar. Walaupun ia telah berusaha dengan giat,
dan gurunya telah mengajarkannya dengan tekun, namun anak tersebut belum dapat
mempraktekkan penyelesaian aljabar seperti yang dicontohkan, maka ia belum
dianggap belajar. Karena ia belum menunjukkan perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar.
Menurut
teori ini dalam belajar yang penting adalah masukan atau input yang berupa stimulus dan keluaran atau output yang berupa respon. Contohnya, stimulus adalah apa saja yang
diberikan guru kepada siswa misalnya daftar perkalian, alat peraga, pedoman
kerja, atau cara-cara tertentu untuk membantu belajar siswa, sedangkan respon
berupa reaksi atau tanggapan siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru
tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk
diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat
diamati adalah stimulus dan respon. Oleh karena itu apa yang diberikan oleh
guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh siswa (respon) harus dapat diamati
dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu
hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku
tersebut. Pengulangan dan pelatihan digunakan
supaya perilaku yang diinginkan dapat menjadi kebiasaan. Hasil yang diharapkan
dari penerapan teori behavioristik ini adalah terbentuknya suatu perilaku yang
diinginkan.
Faktor
lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan
(reinforcement). Penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya
respon. Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan
semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/dihilangkan (negative
reinforcement) maka responpun akan semakin kuat. Misalnya, ketika peserta didik
diberi tugas oleh guru, ketika tugasnya ditambahkan maka ia akan semakin giat
belajarnya. Maka penambahan tugas tersebut merupakan penguatan positif (positive reinforcement) dalam belajar.
Atau bila tugas-tugas dikurangi dan pengurangan ini justru meningkatkan
aktivitas belajarnya, maka pengurangan tugas merupakan penguatan negatif (negative reinforcement) dalam belajar.
Jadi penguatan merupakan suatu bentuk stimulus yang penting diberikan
(ditambahkan) atau dihilangkan (dikurangi) untuk memungkinkan terjadinya
respons.
Beberapa prinsip dalam teori belajar
behavioristik, meliputi:
a) Obyek psikologi
adalah tingkah laku.
b) Semua bentuk
tingkah laku di kembalikan pada reflek.
c) Mementingkan
pembentukan kebiasaan.
d) Perilaku nyata
dan terukur memiliki makna tersendiri.
e) Aspek mental dari
kesadaran yang tidak memiliki bentuk fisik harus dihindari.
Tokoh-tokoh aliran behavioristik di
antaranya adalah Thorndike,Watson, Clark Hull, Edwin Guthrie, dan Skinner. Dalam
makalah ini, hanya akan dipaparkan teori belajar menurut Edwin Guthrie dan
Skinner.
B. Teori
Belajar Menurut Edwin Guthrie
Azas belajar Guthrie yang utama adalah hukum
kontiguiti. Yaitu gabungan stimulus-stimulus yang disertai suatu gerakan, pada
waktu timbul kembali cenderung akan diikuti oleh gerakan yang sama. Edwin
Guthrie menggunakan variable hubungan stimulus dan respon untuk menjelaskan
terjadinya proses belajar. Namun ia mengemukakan bahwa stimulus tidak harus
berhubungan dengan kebutuhan atau pemuasan biologis sebagaimana yang dijelaskan
oleh Clark dan Hull. Penguatan sekedar hanya melindungi hasil belajar yang baru
agar tidak hilang dengan jalan mencegah perolehan respon yang baru . Edwin
menjelaskan bahwa hubungan antara stimulus dan respon cenderung hanya bersifat
sementara. Oleh sebab itu, dalam kegiatan belajar peserta didik perlu sesering
mungkin diberikan stimulus agar hubungan antara stimulus dan respon dapat
bersifat tetap. Ia juga mengemukakan, agar respon yang muncul sifatnya lebih
kuat dan bahkan menetap, maka diperlukan berbagai macam stimulus yang
berhubungan dengan respon tersebut.
Guthrie juga mengemukakan bahwa "hukuman"
memegang peran penting dalam proses belajar. Saran utama dari teori ini adalah
guru harus dapat mengasosiasi stimulus respon secara tepat. Menurutnya suatu
hukuman yang diberikan pada saat yang tepat, akan mampu mengubah kebiasaan
seseorang. Sebagai contoh, seorang anak perempuan yang setiap kali pulang dari
sekolah, selalu mencampakkan baju dan topinya di lantai. Kemudian ibunya
menyuruh agar baju dan topik dipakai kembali oleh anaknya, lalu kembali keluar,
dan msuk rumah kembali sambil menggantungkan topi dan bajunya di tempat
gantungannya. Setelah beberapa kali melakukan hal itu, respons menggantung topi
dan baju menjadi terasosiasi dengan stimulus memasuki rumah. Meskipun demikian,
nantinya faktor hukuman ini tidak dominan dalam teori-teori tingkah laku.
Terutama setelah Skinner makin mempopulerkan ide tentang "penguatan"
(reinforcement).
C. Teori Belajar
Behavioristik Menurut B.F Skinner
Konsep-konsep yang dikemukakan oleh Skinner tentang
belajar mapu mengungguli konsep-konsep lain yang dikemukakan oleh para tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep belajar secara sederhana, namun dapat
menunjukkan sikapnya tentang belajar secara lebih komperehensif. Menurut
Skinner, hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui
interaksi dalam lingkungannya, yang
kemudian akan menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah sederhana yang
digambarkan oleh para tokoh sebelumnya. Dikatakannya bahwa respon yang
diberikan oleh seseorang /siswa tidaklah
sesederhana itu. Sebab pada dasarnya stimulus-stimulus yang diberikan kepada
seseorang akan saling berinteraksi dan interaksi antar stimulus-stimulus tersebut akan mempengaruhi bentuk respon yang akan diberikan. Demikian
juga dengan respon yang dimunculkan inipun akan mempunyai konsekuensi-konsekuensi.
Konsekuensi-konsekuensi inilah yang pada gilirannya akan mempengaruhi atau
menjadi pertimbangan munculnya prilaku. Oleh sebab itu, untuk mengetahui
tingkah laku seseorang secara benar, perlu terlebih dahulu memahami hubungan antara stimulus satu dengan yang
lainnya, serta memahami respon yang mungkin dimunculkan dan berbagai
konsekuensi yang mungkin akan timbul sebagai akibat dari respon tersebut.
Skinner juga mengemukakan bahwa dengan menggunakan perubahan-perubahan mental
sebagai alat untuk menjelaskan tingkah laku hanya akan menambah rumitnya
masalah, Sebab, setiap alat yang digunakan perlu penjelasan lagi, demikian dan
seterusnya.
Pandangan teori belajar behavioristik ini cukup lama
dianut oleh para guru dan pendidik. Namun dari semua pendukung teori ini, teori
skinner lah yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar
behavioristik. Program-progran pembelajaran seperti Teaching Machine, pembelajaran berprogram, modul dan
program-program pembelajaran lain yang berpijak pada konsep hubungan
stimulus-respon serta mementingkan
factor-faktor penguat (reinforcement) merupakan
program-program pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang dikemukakan oleh skinner.
Pengkondisian operan (Kondisioning operan) adalah sebentuk pembelajaran dimana
konsekuensi-konsekuensi dari prilaku menghasilkan perubahan dalam probabilitas
prilaku itu akan diulangi. Inti dari teori behaviorisme Skinner adalah
Pengkondisian operan (kondisioning operan). Dimana Ada 3 asumsi yang membentuk
landasan untuk kondisioning operan. Asumsi-asumsi itu adalah sebagai berikut:
a. Belajar
itu adalah tingkah laku.
b. Perubahan
tingkah-laku (belajar) secara fungsional berkaitan dengan adanya perubahan
dalam kejadian-kejadian di lingkungan kondisi-kondisi lingkungan.
c. Data
dari studi eksperimental tingkah-laku merupakan satu-satunya sumber informasi
yang dapat di terima tentang penyebab terjadinya tingkah laku.
Menurut
Skinner unsur yang terpenting dalam belajar adalah adanya penguatan (reinforcement
) yang berarti memperkuat, penguatan dibagi menjadi dua bagian yaitu:
a. Penguatan
positif adalah penguatan berdasarkan prinsip bahwa frekuensi
respons meningkat karena diikuti dengan
stimulus yang mendukung (rewarding). Bentuk-bentuk penguatan positif
adalah berupa hadiah (permen, kado, makanan, dll), perilaku (senyum,
menganggukkan kepala untuk menyetujui, bertepuk tangan, mengacungkan jempol),
atau penghargaan (nilai A, Juara 1 dsb).
b. Penguatan
negatif, adalah penguatan berdasarkan prinsif bahwa frekuensi
respons meningkat karena diikuti dengan penghilangan stimulus yang merugikan
(tidak menyenangkan). Bentuk-bentuk penguatan negatif antara lain:
menunda/tidak memberi penghargaan, memberikan tugas tambahan atau menunjukkan
perilaku tidak senang (menggeleng, kening berkerut, muka kecewa dll).
Satu cara untuk mengingat
perbedaan antara penguatan positif
dan penguatan negatif adalah
dalam penguatan positif ada sesuatu yang ditambahkan atau diperoleh. Dalam
penguatan negatif, ada sesuatu yang dikurangi atau di hilangkan. Adalah mudah
mengacaukan penguatan negatif dengan hukuman. Agar istilah ini tidak rancu,
ingat bahwa penguatan negatif meningkatkan probabilitas terjadinya suatu
prilaku, sedangkan hukuman menurunkan probabilitas terjadinya perilaku. Berikut
ini disajikan contoh dari konsep penguatan positif, negatif, dan hukuman.
Penguatan positif
|
||
Perilaku
Murid mengajukan pertanyaan yang
bagus
|
Konsekuensi
Guru menguji murid
|
Prilaku
kedepan
Murid mengajukan lebih banyak
pertanyaan
|
Penguatan negatif
|
||
Perilaku
Murid menyerahkan PR tepat waktu
|
Konsekuensi
Guru
berhenti menegur murid
|
Prilaku
kedepan
Murid makin sering menyerahkan PR
tepat waktu
|
Hukuman
|
||
Perilaku
Murid menyela guru
|
Konsekuensi
Guru mengajar murid langsung
|
Prilaku
kedepan
Murid berhenti menyela guru
|
Ingat bahwa penguatan bisa
berbentuk postif dan negatif. Dalam kedua bentuk itu, konsekuensi
meningkatkan prilaku. Dalam hukuman, perilakunya berkurang.
|
Beberapa prinsip belajar yang
dikembangkan oleh Skinner antara lain:
a. Hasil
belajar harus segera diberitahukan kepada siswa, jika salah dibetulkan, jika benar diberi penguat.
b. Proses
belajar harus mengikuti irama dari yang belajar.
c. Materi
pelajaran, digunakan sistem modul.
d. Dalam
proses pembelajaran, lebih dipentingkan aktivitas sendiri.
e. Dalam
proses pembelajaran, tidak digunakan hukuman. Namun ini lingkungan perlu
diubah, untuk menghindari adanya hukuman.
f. Tingkah
laku yang diinginkan pendidik, diberi hadiah, dan sebagainya.
g. Dalam
pembelajaran, digunakan shaping.
D. Analisis Tentang Teori Behavioristik
Kaum behavioris menjelaskan bahwa belajar sebagai
suatu proses perubahan tingkah laku dimana reinforcement dan punishment menjadi
stimulus untuk merangsang siswa dalam berperilaku. Pendidik yang masih
menggunakan kerangka behavioristik biasanya merencanakan kurikulum dengan
menyusun isi pengetahuan menjadi bagian-bagian kecil yang ditandai dengan suatu
keterampilan tertentu. Kemudian, bagian-bagian tersebut disusun secara hirarki,
dari yang sederhana sampai yang komplek. Pandangan teori
behavioristik telah cukup lama dianut oleh para pendidik. Namun dari semua
teori yang ada, teori Skinnerlah yang paling besar pengaruhnya terhadap
perkembangan teori belajar behavioristik. Program-program pembelajaran seperti
Teaching Machine, Pembelajaran berprogram, modul dan program-program
pembelajaran lain yang berpijak pada konsep hubungan stimulus-respons serta
mementingkan faktor-faktor penguat (reinforcement), merupakan program
pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang dikemukakan Skiner.
Teori behavioristik banyak dikritik karena
seringkali tidak mampu menjelaskan situasi belajar yang kompleks, sebab banyak
variabel atau hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan dan/atau belajar yang
dapat diubah menjadi sekedar hubungan stimulus dan respon. Teori ini tidak
mampu menjelaskan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam hubungan
stimulus dan respon.
Pandangan behavioristik juga kurang dapat
menjelaskan adanya variasi tingkat emosi siswa, walaupun mereka memiliki
pengalaman penguatan yang sama. Pandangan ini tidak dapat menjelaskan mengapa
dua anak yang mempunyai kemampuan dan pengalaman penguatan yang relatif sama,
ternyata perilakunya terhadap suatu pelajaran berbeda, juga dalam memilih tugas
sangat berbeda tingkat kesulitannya. Pandangan behavioristik hanya mengakui
adanya stimulus dan respon yang dapat diamati. Mereka tidak memperhatikan
adanya pengaruh pikiran atau perasaan yang mempertemukan unsur-unsur yang
diamati tersebut.
Teori behavioristik juga cenderung mengarahkan siswa
untuk berfikir linier, konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif. Pandangan
teori ini bahwa belajar merupakan proses pembentukan atau shaping, yaitu
membawa siswa menuju atau mencapai target tertentu, sehingga menjadikan peserta
didik untuk tidak bebas berkreasi dan berimajinasi. Padahal banyak faktor yang
berpengaruh yang mempengaruhi proses belajar. Jadi teori belajar tidak
sesederhana yang dilukiskan teori behavioristik.
Skinner dan tokoh-tokoh lain pendukung teori
behavioristik memang tidak menganjurkan digunakannya hukuman dalam kegiatan
pembelajaran. Namun apa yang mereka sebut dengan penguat negatif (negative
reinforcement) cenderung membatasi siswa untuk berpikir dan berimajinasi.
Menurut Guthrie hukuman memegang peranan penting
dalam proses belajar. Namun ada beberapa alasan mengapa Skinner tidak sependapat
dengan Guthrie, yaitu:
1) Pengaruh
hukuman terhadap perubahan tingkah laku sangat bersifat sementara.
2) Dampak
psikologis yang buruk mungkin akan terkondisi (menjadi bagian dari jiwa si terhukum)
bila hukuman berlangsung lama.
3) Hukuman
yang mendorong si terhukum untuk mencari cara lain (meskipun salah dan buruk)
agar ia terbebas dari hukuman. Dengan kata lain, hukuman dapat mendorong si
terhukum melakukan hal-hal lain yang kadangkala lebih buruk daripada kesalahan
yang diperbuatnya.
Skinner lebih percaya kepada apa yang disebut
sebagai penguat negatif. Penguat negatif tidak sama dengan hukuman.
Ketidaksamaannya terletak pada bila hukuman harus diberikan (sebagai stimulus)
agar respon yang muncul berbeda dengan respon yang sudah ada, sedangkan penguat
negatif (sebagai stimulus) harus dikurangi agar respon yang sama menjadi
semakin kuat. Misalnya, seorang siswa perlu dihukum karena melakukan kesalahan.
Jika siswa tersebut masih saja melakukan kesalahan, maka hukuman harus
ditambahkan. Tetapi jika sesuatu tidak mengenakkan siswa (sehingga ia melakukan
kesalahan) dikurangi (bukan malah ditambah) dan pengurangan ini mendorong siswa
untuk memperbaiki kesalahannya, maka inilah yang disebut penguatan negatif.
Lawan dari penguatan negatif adalah penguatan positif (positive reinforcement).
Keduanya bertujuan untuk memperkuat respon. Namun bedanya adalah penguat
positif menambah, sedangkan penguat negatif adalah mengurangi agar memperkuat
respons.
E. Kelemahan dan Kelebihan Teori
Behavioristik
a.
Kelemahan Teori Behavioristik
Teori behavioristik sering kali tidak mampu
menjelaskan situasi belajar yang kompleks, sebab banyak variabel atau hal-hal
yang berkaitan dengan pendidikan dan atau belajar yang tidak dapat diubah
menjadi sekedar hubungan stimulus dan respon. Teori ini tidak mampu menjelaskan
alasan-alasan yang mengacaukan hubungan antara stimulus dan respon ini dan
tidak dapat menjawab hal-hal yang menyebabkan terjadinya penyimpangan antara
stimulus yang diberikan dengan responnya. Intinya bahwa teori behavioristik
hanya mengakui adanya stimulus dan respon yang dapat diamati, sedangkan faktor
lain tidak diperhatikan. Teori ini cenderung mengarahkan siswa untuk berfikir
linier, konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif. Pandangan teori ini bahwa
belajar merupakan proses pembentukan atau shapping yaitu membawa siswa menuju
atau mencapai target tertentu, sehingga menjadikan peserta didik untuk tidak
bebas berkreasi, berimajinasi, bereksperimentasi dan mengembangkan kemampuannya
sendiri. Pembelajar juga harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan
ditetapkan terlebih dahulu secara ketat. Selain itu, kontrol belajar harus
dipegang oleh sistem yang berada di lusr diri pembelajar.
b.
Kelebihan Teori Behavioristik
Pada teori ini, pendidik diarahkan untuk menghargai setiap anak didiknya.
hal ini ditunjukkan dengan dihilangkannya sistem hukuman. Hal itu didukung
dengan adanya pembentukan lingkungan yang baik sehingga dimungkinkan akan
meminimalkan terjadinya kesalahan.
Sesuai untuk
perolehan kemampuan yang membutuhkan praktik dan pembiasaan yang mengandung
unsur-unsur seperti kecepatan, spontanitas, kelenturan, reflex.
F. Aplikasi Teori Behavioristik dalam Kegiatan
Pembelajaran
Aliran psikologi belajar yang sangat besar
mempengaruhi arah pengembangan teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran
hingga kini adalah aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada
terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori
behavioristik dengan model hubungan stimulus responnya, mendudukkan orang
yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan
menggunakan metode drill atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan
semakin kuat bila diberikan reinforcement dan akan menghilang bila dikenai
hukuman.
Istilah-istilah seperti hubungan stimulus respon,
individu atau siswa pasif, perilaku sebagai hasil yang tampak, pembentukan
perilaku (shaping) dengan penataan kondisi secara ketat, reinforcement dan
hukuman, ini semua merupakan unsur-unsur yang sangat penting dalam teori
behavioristik. Teori ini hingga sekarang masih merajai praktek pembelajaran di
Indonesia. Hal ini tampak dengan jelas pada penyelenggaraan pembelajaran dari
tingkat yang paling dini, seperti kelompok bermain, Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar,
Sekolah Menengah, bahkan sampai Perguruan Tinggi, pembentukan perilaku dengan
cara drill (pembiasaan) disertai dengan reinforcement atau hukuman masih sering
dilakukan.
Aplikasi teori
behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa
hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik siswa,
media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan
berpijak pada teori behvioristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif,
pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi,
sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah
memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge) ke orang yang belajar atau
siswa. Fungsi mind atau pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yag
sudah ada melalui proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah, sehingga
makna yang dihasilkan dari proses berpikir seperti ini ditentukan oleh
karakteristik struktur pengetahuan tersebut. Siswa diharapkan akan memiliki pemahaman
yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh
pengajar atau guru itulah yang harus dipahami oleh murid.
Demikian halnya dalam proses belajar mengajar, siswa
dianggap sebagai objek pasif yang selalu membutuhkan motivasi dan penguatan
dari pendidik. Oleh karena itu, para pendidik mengembangkan kurikulum yang
terstruktur dengan menggunakan standart-standart tertentu dalam proses
pembelajaran yang harus dicapai oleh para siswa. Begitu juga dalam proses
evaluasi belajar siswa diukur hanya pada hal-hal yang nyata dan dapat diamati
sehingga hal-hal yang bersifat unobservable kurang dijangkau dalam proses
evaluasi.
Implikasi dari teori behavioristik dalam proses pembelajaran dirasakan kurang
memberikan ruang gerak yang bebas bagi siswa untuk berkreasi, bereksperimentasi
dan mengembangkan kemampuannya sendiri. Karena sistem pembelajaran tersebut
bersifat otomatis-mekanis dalam menghubungkan stimulus dan respon sehingga
terkesan seperti kinerja mesin atau robot. Akibatnya siswa kurang mampu untuk
berkembang sesuai dengan potensi yang ada pada diri mereka.
Karena teori behavioristik memandang bahwa
sebagai pengetahuan telah terstruktur rapi dan teratur, maka siswa atau orang
yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan
terlebih dulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat esensial
dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan
disiplin. Kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan
dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum dan keberhasilan belajar
atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi hadiah.
Demikian juga, ketaatan pada aturan dipandang sebagai penentu keberhasilan
belajar. Siswa atau peserta didik adalah objek yang berperilaku sesuai dengan
aturan, sehingga kontrol belajar harus dipegang oleh sistem yang berada di luar
diri siswa.
Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik
ditekankan pada penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagi aktivitas
“mimetic”, yang menuntut siswa untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang
sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes. Penyajian isi atau
materi pelajaran menekankan pada ketrampian yang terisolasi atau akumulasi
fakta mengikuti urutan dari bagian ke keseluruhan. Pembelajaran mengikuti
urutan kurikulum secara ketat, sehingga aktivitas belajar lebih banyak
didasarkan pada buku teks/buku wajib dengan penekanan pada ketrampilan
mengungkapkan kembali isi buku teks/buku wajib tersebut. Pembelajaran dan evaluasi
menekankan pada hasil belajar.
Evaluasi menekankan pada respon pasif, ketrampilan
secara terpisah, dan biasanya menggunakan paper and pencil test. Evaluasi hasil
belajar menuntut jawaban yang benar. Maksudnya bila siswa menjawab secara
“benar” sesuai dengan keinginan guru, hal ini menunjukkan bahwa siswa telah
menyelesaikan tugas belajarnya. Evaluasi belajar dipandang sebagi bagian yang
terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan biasanya dilakukan setelah selesai
kegiatan pembelajaran. Teori ini menekankan evaluasi pada kemampuan siswa
secara individual. Dalam teori belajar ini guru tidak banyak memberikan
ceramah,tetapi instruksi singkat yang diikuti contoh baik dilakukan sendiri
maupun melalui simulasi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
·
Berdasarkan pemaparan
diatas, dapat disimpulkan bahwa belajar menurut teori Behavioristik merupakan
perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan
respon. Sedangkan apa yang terjadi di antara stimulus dan respon dianggap tidak
penting diperhatikan karena tidak bisa diamati. Faktor lain yang juga dianggap
penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement)
penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respon.
·
Azas belajar Guthrie
yang utama adalah hukum kontiguiti. Yaitu gabungan stimulus-stimulus yang
disertai suatu gerakan, pada waktu timbul kembali cenderung akan diikuti oleh
gerakan yang sama
·
Beberapa prinsip belajar yang
dikembangkan oleh Skinner antara lain:
a. Hasil
belajar harus segera diberitahukan kepada siswa, jika salah dibetulkan, jika benar diberi penguat.
b. Proses
belajar harus mengikuti irama dari yang belajar.
c. Materi
pelajaran, digunakan sistem modul.
d. Dalam
proses pembelajaran, lebih dipentingkan aktivitas sendiri.
e. Dalam
proses pembelajaran, tidak digunakan hukuman. Namun ini lingkungan perlu
diubah, untuk menghindari adanya hukuman.
f. Tingkah
laku yang diinginkan pendidik, diberi hadiah, dan sebagainya.
g. Dalam
pembelajaran, digunakan shaping.
·
Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan
pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat
materi pelajaran, karakteristik siswa, media dan fasilitas pembelajaran yang
tersedia
·
Di awal abad 20 sampai sekarang ini teori
belajar behaviorisme mulai ditinggalkan dan banyak ahli psikologi yang
baru lebih mengembangkan teori belajar kognitif dengan asumsi dasar bahwa
kognisi mempengaruhi prilaku. Penekanan kognitif menjadi basis bagi pendekatan
untuk pembelajaran. Walaupun teori belajar tigkah laku mulai ditinggalkan
diabad ini, namun mengkolaborasikan teori ini dengan teori belajar kognitif dan
teori belajar lainnya sangat penting untuk menciptakan pendekatan pembelajaran
yang cocok dan efektif, karena pada dasarnya tidak ada satu pun teori belajar
yang betul-betul cocok untuk menciptakan sebuah pendekatan pembelajaran
yang pas dan efektif.
B. Saran
Diharapkan kepada para pembaca khususnya peserta
didik baik pelajar maupun mahasiswa,
para pendidik, para perancang pendidikan, serta pengembang program-program
pendidikan agar mengetahui teori pembelajaran dan dapat memahami bentuk-bentuk
pembelajaran dan dapat
mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari
DAFTAR PUSTAKA
Arip, M. Zuari Antoni. 2011. Teori
Belajar Behaviorisme, Kognitivisme dan Konstruktivisme. [tersedia di: http://antonizonzai.wordpress.com/2011/02/05/teori-belajar-behaviorisme-kognitivisme-dan-konstruktivisme/], diunduh 22 Maret 2012.
Budiningsih, C. Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Tarakan,Fandy. 2011. Pengertian
Teori Behavioristik dan Penerapannya.
[tersedia di: http://fandy-trk.blogspot.com/2011/01/pengertian-teori-belajar-behavioristik.html], diunduh 22 Maret 2012.