BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pembangunan
dibidang pendidikan merupakan upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan
meningkatkan kualitas manusia Indonesia. Untuk mencapai tujuan pendidikan
nasional diperlukan peran serta aktif dari berbagai pihak yang terkait. Oleh
karena itu bidang pendidikan perlu mendapatkan perhatian, penanganan dan
prioritas baik dari pemerintah, pengelola pendidikan maupun keluarga. Kurang
memadainya jumlah gedung sekolah, biaya pendidikan dan tenaga pengajar
merupakan masalah pendidikan Indonesia dari segi kuantitas. Upaya pembangunan
dibidang pendidikan perlu dilanjutkan untuk meningkatkan mutu pendidikan
sehingga dapat menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas.
Perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin maju dan pesat sangat berpengaruh
terhadap pendidikan. Kecanggihan teknologi mengakibatkan aktifitas hidup
manusia dapat dilakukan dengan mudah, cepat dan praktis. Manusia cenderung
menyukai segala sesuatu yang serba instant. Hal ini mempengarui manusia untuk
selalu berpikir cepat dan praktis dalam segala hal, termasuk dalam pendidikan.
Kenyataan sekarang ini banyak siswa yang mementingkan bagaimana mendapatkan
nilai bagus dan lulus ujian tanpa mempedulikan apa yang mereka peroleh dari
ilmu yang mereka pelajari. Siswa-siswa tersebut lebih percaya kepada
lembaga-lembaga bimbingan belajar yang mengajarkan cara-cara cepat dan praktis
dalam menyelesaikan soal-soal. Padahal ada kemungkinan konsep dan proses yang
diajarkan lembaga bimbingan belajar tersebut tidak benar. Sebagai salah satu
lembaga pendidikan,sekolah memegang peranan penting dalam menyiapkan generasi
penerus. Peran guru sangat besar dalam keseluruhan kegiatan pembelajaran. Tugas
guru bukan hanya untuk menyampaikan materi pembelajaran, tetapi hendaknya guru
dapat menanamkan konsep-konsep yang benar dari materi pembelajaran tersebut
sehingga ilmu yang dipelajari siswa dapat bermanfaat dalam kehidupan siswa,
sekarang dan diwaktu yang akan datang. Untuk meningkatkan mutu pendidikan pada
umumnya dan pendidikan matematika pada khususnya, perlu adanya pengembangan dan
pengembangan dan pemahaman di bidang pendidikan antara lain terkait dengan
model pembelajaran yang diterapkan dalam proses belajar mengajar. Hal ini
terkait dengan pendidikan matematika selama ini tidak berhasil meningkatkan
kualitas pemahaman siswa tentang konsep-konsep dan aturan-aturan matematika,
karena kita salah atau tidak memilih model pembelajaran.
Penyebab siswa sulit menerima matematika adalah kurang memahami
apa itu arti matematika dan apa gunanya. Matematika itu untuk memecahkan
masalah ataupun membantu kitalebih bisa memahami tata kerja alam yang selalu
dihubungkan dalam kehidupan sehari-hari. Matematika juga melatih manusia untuk
berpikir tersruktur dan tak perlu takut persoalan rumit tak dapat terpecahkan.
Dalam proses belajar mengajar di perlukan suatu keahlian atau keterampilan
pengelolaan kelas yang harus di miliki seorang guru dalam menyampaikan materi
pelajaran, karena setiap siswa memiliki kemampuan dan taraf berpikir yang berbeda-beda
sehingga dengan keterampilan dan keahliannya itu seorang dapat memilih
pendekatan dan metode yang tepat agar siswa mampu memahami materi pelajaran
yang disampaikan guru. Kemampuan guru yang diperlukan dalam pelaksanaan
pembelajaran matematika adalah kemampuan dalam mengelola materi ajar dan
kemampuan dalam memilih pendekatan atau metode, media dan sumber belajar
(Depdikbud,1994a:73).
Maka dalam tulisan ini akan ditawarkan salah satu metode yang
mungkin akan bisa meningkatkan kmpetensi siswa dalam menyelesaikan soal cerita,
yaitu dengan “metode Bermain Peran (Role Playing)”.
B.
Identifikasi Masalah
Masalah-masalah yang dapat diidentifikasi yang menjadi
penghambat siswa dalam penyelesaian soal cerita:
a. Siswa kurang memahami apa itu arti
matematika dan apa gunanya kurang memahami apa itu arti matematika dan apa
gunanya
b. Kebanyakan
guru masih melaksanakan metode konvensional yaitu terkait kebiasaan
c. Biasanya
siswa-siswa berpikir praktis hanya mempelajari jawaban dari contoh-contoh soal,
lalu menghafalkannya
C.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka
dapat diangkat beberapa rumusan masalah, yaitu:
1.
Bagaiamana
pendekatan dan strategi yang digunakan dalam metode pembelajaran bermain peran?
2.
Apa yang dimaksud dengan metode pembelajaran
Sosiodrama/Bermain Peran (Role Playing)?
3.
Bagaimana penerapan metode Sosiodrama/Bermain
Peran (Role Playing) dalam pembelajaran matematika?
4.
Apa manfaat penerapan metode bermain peran dalam
meningkatkan kompetensi siswa dalam memecahkan soal cerita?
5.
Apa kelebihan dan kekurangan metode pembelajaran
Sosiodrama/Bermain Peran (Role Playing) dalam kegiatan pembelajaran Matematika?
D.
Tujuan Penulisan
1. Mendeskripsikan pendekatan dan strategi yang digunakan dalam metode pembelajaran
bermain peran
2. Mendskripsikan metode pembelajaran
bermain peran
3. Mendeskripsikan bagaimana penerapan
metode pembelajaran bermain peran
4. Mendeskripsikan manfaat-manfaat dari
penerapan metode pembelajaran bermain peran
5. Mendeskripsikan kelebihan dan
kekurangan metode pembelajaran bermain peran.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pendekatan
Dan Strategi Yang Digunakan Dalam Metode Pembelajaran Bermain Peran
Dua aliran besar dalam teori belajar mengajar adalah aliran
psikologi perkembangan yang dianut oleh
Piaget dan Brunner, dan aliran tingkah
laku yang dianut oleh Skinner dan gagne. Aliran psikologi perlembangan menyatakan
bahwa anak itu adalah organisme yang tumbuhh dan belajarnya itu tidak seperti
orang dewasa. Alam belajarnya ia mungkin tidak bisa berfikir balik, tidak bisa
membuat generalisasi, masih memerlukan benda-benda kongkrit dan semacamnya.
Sedangkan aliran tingkah
laku berpendapat bahwa manusia itu (termasuk anak-anak) adalah organisme pasif
yang bisa dikontrol dari luar. Dalam metode bermain peran ini, aliran yang
digunakan adalah aliran psikologi perkembangan. Karena dalam metode ini sangat ditekankan pada perkembangan
psikologi atau mental anak / peserta didik (Ruseffendi,2006:174).
Pendekatan adalah suatu jalan, cara, atau kebijaksanaan
yang ditempuh oleh guru atau siswa dalam pencapaian tujuan pengajaran dilihat dari
sudut bagaimana proses
pengajaran atau materi-materi pengajaran itu,
umum atau khusus dikelola. Dalam metode bermain peran ini, pendekatan yang diterapkan
adalah pendekatan pemecahan masalah (Problem Solving). Karena
pendekatan ini akan menuntut siswa untuk aktif sebagaimana aliran yang
digunakan yaitu aliran perkembangan psikologi (Ruseffendi,2006:240).
Strategi pembelajaran adalah
seperangkat kebijaksanaan terpilih mengenai kurikulum material. Pada
pengajaran matematika, macam strategi belajar mengajar (SBM) itu pada umumnya
hanya SBM kelas dan Sempit. Maksudnya ialah materi (isi) atau pelajaran yang
dibawakan oleh guru itu sempit (dikumpulkannya oleh guru). Pada penerapan metode bemain peran,
SBM yang digunakan adalah strategi tidak langsung. Diamana ciri-cirinya
itu adalah:
a. Keterlibatan
tinggi siswa
b. Guru
beralih dari penceramah menjadi fasilitator
c. Guru
merancang lingkungan belajar yang inkuiri
d. Mensyaratkan digunakannya
bahan-bahan cetak, non cetak dan sumber manusia
Model atau metode pembelajaran adalah pedoman berupa program atau petunjuk
strategi mengajar yang dirancang untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran.
Pedoman itu memuat tanggung jawab guru dalam merencanakan, melaksanakan dan
mengevaluasi kegiatan pembelajaran (Eggen dan Kauchak, 1988 : 9). Karakteristik Model Pembelajaran
antara lain :
a. rasional teoritik yang logis
b. tujuan pembelajaran yang hendak
dicapai
c. tingkah laku mengajar (siswa/guru)
yang diperlukan
d. lingkungan belajar yg diperlukan
(sarana dan prasarana)
Kutz
(1991 : 2) berdasar pengalamannya: tanpa model pembelajaran yang nyata, guru
seringkali mengembangkan pola pembelajaran yang hanya didasarkan pada
pengalaman masa lalu dan intuisinya.
Bila
ingin mencapai hasil pembelajaran yang maksimal, metode pembelajaran mutlak
diperlukan karena salah satu tujuan penggunaan model pembelajaran adalah untuk
meningkatkan kemampuan siswa selama belajar (Joyce B dan Weil M, 1992 : 2).
Salah satu metode pembelajaran yang bisa diterapkan dalam
pembelajaran matematika adalah metode Bermain Peran/Sosiodrama (Role Playing).
Dengan metode ini, diharapkan keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran akan
meningkat melalui analisa materi yang didramatisasikan, sehingga mampu
meningkatkan minat belajar siswa dan mampu meningkatkan kompetensi
siswadalam memecahkan soal cerita.
B.
Metode Pembelajaran
Sosiodrama/Bermain Peran (Role Playing).
Istilah sosiodrama dan
bermain peran (Role Playing) dalam metode pembelajaran merupakan dua istilah
yang kembar, bahkan di dalam pelaksanaannya dapat dilakukan dalam waktu
bersamaan dan silih berganti.
Metode bermain peran adalah berperan atau memainkan peranan dalam dramatisasi
masalah sosial atau psikologis.
Bermain peran adalah salah satu bentuk permainan pendidikan yang di gunakan
unutk menjelaskan perasaan, sikap, tingkah laku dan nilai, dengan tujuan untuk
menghayati perasaan, sudut pandangan dan cara berfikir orang lain (Depdikbud, 1964:171).
Proses belajar dengan menggunakan metode bermain peran diharapkan siswa
mampu menghayati tokoh yang dikehendaki, keberhasilan siswa dalam menghayati peran itu akan
menetukan apakah proses pemahaman, penghargaan dan identifikasi diri
terhadap nilai berkembang: (Hasan, 1996:
266).
Sosiodrama yang dimaksudkan adalah suatu cara mengajar dengan
jalan mendramatisasikan bentuk tingkah laku dalam hubungan sosial. Pada metode
bermain peranan, titik tekanannya terletak pada keterlibatan emosional dan pengamatan
indera ke dalam suatu situasi masalah yang secara nyata dihadapi oleh peserta
didik.
Proses interaksi antar siswa dan antara siswa dengan guru dalam
kegiatan pembelajaran dengan metode sosiodrama akan lebih aktif, komunikasi
berjalan dua arah dari Guru ke siswa dan dari siswa ke guru. Dengan demikian,
siswa tidak hanya menerima penjelasan materi secara teoritis tetapi juga ikut
mengamati dan menganalisa masalah yang sedang diperankan yang merupakan
ilustrasi dari materi yang akan disampaikan. Hal ini jelas sangat berbeda
ketika siswa mengikuti proses pembelajaran dengan metode konvensional.
Kesan yang muncul ketika siswa mengikuti kegiatan pembelajaran
dengan metode konvensional adalah siswa menjadi objek dari materi yang
disampaikan oleh guru. Sedangkan metode sosiodrama memberikan kesempatan kepada
siswa untuk ikut berperan sebagai subjek dan mengembangkan pemahaman yang lebih
luas tentang masalah yang dihadapi.
Secara umum metode pembelajaran
bermain peran/sosiodrama (Role Playing) dapat digunakan apabila (Mulyasa,2007:69):
a.
Pelajaran dimaksudkan untuk melatih dan menanamkan pengertian dan
perasaan seseorang
b.
Pelajaran dimaksudkan untuk menumbuhkan rasa kesetiakawanan sosial
dan rasa tanggung jawab dalam memikul amanah yang telah dipercayakan
c.
Jika mengharapkan partisipasi kolektif dalam mengambil suatu
keputusan
d.
Apabila dimaksudkan untuk mendapatkan ketrampilan tertentu
sehingga diharapkan siswa mendapatkan bekal pengalaman yang berharga, setelah
mereka terjun dalam masyarakat kelak
e.
Dapat menghilangkan malu, dimana bagi siswa yang tadinya mempunyai
sifat malu dan takut dalam berhadapan dengan sesamanya dan masyarakat dapat
berangsur-angsur hilang, menjadi terbiasa dan terbuka untuk menyesuaikan diri
dengan lingkungannya
f.
Untuk mengembangkan bakat dan potensi yang dimiliki oleh siswa
sehingga amat berguna bagi kehidupan dan masa depannya kelak, terutama yang
berbakat bermain drama, lakon film dan sebagainya.
g.
Untuk meningkatkan kemampuan penalaran peserta didik secara lebih
kritis dan detail dalam pemecahan masalah.
h.
Untuk meningkatkan pemahaman konsep dari materi yang diajarkan.
C.
Penerapan Metode
Sosiodrama/Bermain Peran (Role Playing) Dalam Pembelajaran Matematika
Menurut bruner jika suatu topik dalam pembelajaran khususnya matematika yang bersifat baru (dalam arti prasyarat atau pengalaman sebelumnya belum ada) Maka langkah-langkah pembelajarannya harus dimulai dari konkrit ,enactive
terlebih dahulu. Setelah konkrit terlewati
segera dilanjutkan ke semi konkrit (econic). Begitu semi konkritnya dilalui dan
tercapai dengan baik segera ditindak lanjuti
dengan abstrak (symbolic). Permasalahannya sekarang adalah pembelajaran seperti
apa yang disebut konkrit (enactive) , semi konkrit (econic), abstrak (symbolic) serta apa yang harus dipersiapkan
dan dilakukan oleh guru?
Berikut adalah
perangkat yang perlu dipersiapkan guru teknis/langkah-langkah yang perlu
ditempuh beserta contoh soal yang akan diterapkan dalam proses pembelajarannya (Marsudi,2008:7-23):
1.
Perangkat yang Perlu Dipersiapkan
Untuk mengajarkan soal cerita penjumlahan dan pengurangan di kelas 1 Semester
1 masing-masing perangkat pembelajaran yang perlu disiapkan Selain RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) adalah:
a. Kegiatan konkrit (Enactive)
Kegiatan pembelajaran yang bersifat konkrit dilakukan oleh guru melalui kegiatan bermain peran. Untuk melakukan kegiatan bermain Peran ini yang perlu dipersiapkan dan dicatat oleh guru dari rumah adalah kata-kata kunci yang akan digunakan pada saat kegiatan bermain peran tersebut.
Sementara bentuk soal ceritanya akan mudah diciptakan jika kata-kata kuncinya sudah dicatat dan dipersiapkan dari rumah. Peran guru di sini selain memandu peragaan bermain peran Juga menerjemahkan arti soal cerita yang dimainperankan dalam
bentuk
bahasa matematika, yaitu bahasa yang hanya memuat angka- Angka, tanda-tanda operasi
( + , - , X , : ) dan tanda-anda relasi
( , =, > , < ) saja.
b. Kegiatan Semi konkrit (Econic)
Istilah semi konkrit artinya peraga tidak lagi berupa benda nyata tetapi diganti dengan gambar. Perangkat pembelajaran yang digunakan adalah Lembar Kerja Siswa (LKS) yang menggambarkan ciri-ciri konsep. Melalui pengalaman mengerjakan soal LKS yang mengandung ciri-ciri konsep itu dan pengalaman sebelumnya (pada kegiatan bermain peran) akhirnya siswa dapat mencapai kesimpulan sendiri di alam pikirannya, meskipun mereka belum mampu mengungkapkannya pada orang lain.
Catatan:
Setelah melihat soal-soal yang terdapat pada LKS, dapatkah
Anda (Bapak Ibu guru SD) menarik kesimpulan mengapa nilai siswa bisa
bagus-bagus?
Jawabnya adalah karena ”dari pengalaman
mengerjakan LKS meskipun haya 2 nomor yang kalimat ceritanya selalu ditulis di
atas gambar peragaan dari materi yang sedang diceritakan itu” jelas akan
menurunkan tingkat kesulitan soal dari gambaran semula yang terasa gelap
menjadi terang, yakni dari sulit menjadi mudah dan menarik.
c.
Kegiatan pada Tahap
Abstrak (Symbolic)
Maksud abstrak dalam hal ini adalah
soal-soalnya sudah 100% dalam bentuk lambang, yakni dalam bentuk huruf-huruf
dan angka-angka saja, sama sekali tidak ada gambar-gambar yang bersifat
menuntun dan menerangkan. Kegiatan yang dilakukan siswa di sini adalah mengerjakan
LTS (Lembar Tugas Siswa). Dalam LTS ini sama sekali sudah tidak ada lagi misi
penanaman konsep. Misi penanaman konsep dianggap sudah tercapai saat kegiatan
bermain peran dan kegiatan mengisi LKS.
Contoh isi pada LTS soal cerita penjumlahan!
1. andi diberi buku 5
diberi lagi oleh
ayah 2
berapa buku andi
sekarang
Jawab
.................................
2. budi memetik mangga 5
memetik lagi
mangga 3
berapa mangga
budi sekarang
Jawab
.................................
3. cahya membeli kerupuk 4
membeli lagi 3
berapa kerupuk
cahya sekarang
Jawab
.................................
2.
Teknis/Langkah-Langkah Pembelajaran yang Perlu
Ditempuh
Secara garis
besar langkah-langkah pembelajaran soal cerita yang pernah dilakukan di sekolah
binaan adalah:
(1) konkrit
(melalui kegiatan bermain peran),
(2) semi konkrit
(melalui kegiatan mengisi LKS) dan
(3) abstrak (melalui
kegiatan mengisi LTS).
Hasilnya (seperti
yang telah dikemukakan) ternyata tercapai secara memuaskan.
3.
Soal Cerita Penjumlahan
Seperti yang
telah dikemukakan sebelumnya, jika siswa belum pernah diajarkan suatu topik
pembelajaran tertentu (misal soal cerita penjumlahan dan pengurangan di kelas
I) maka menurut Bruner, tahapan kegiatan pembelajarannya harus dimulai dari (1) konkrit (enactive), (2) semi konkrit (econic),
dan (3) abstrak (symbolic).
Untuk soal cerita
penjumlahan tahapan-tahapan pembelajaran yang dimaksud
selengkapnya adalah seperti berikut.
1. Tahapan Konkrit (Enactive)
Pada
kegiatan pembelajaran konkrit ini guru bertindak sebagai fasilitator. Peranannya
adalah sebagai pemandu siswa dalam kegiatan bermain peran dan menyatakan
masing-masing fakta yang dihasilkan pada setiap hasil peragaan dalam bentuk
kalimat matematika. Kalimat matematika yang dimaksud adalah kalimat yang
ditulis dalam bentuk angka-angka (1, 2, 3, ... dan seterusnya hingga 9),
tanda-tanda relasi (+ , – , , dan : ) dan tandatanda operasi saja (= , < ,
> , , atau ). Beberapa siswa diminta maju ke depan secara bergiliran
(hanya beberapa hingga sekitar 8 siswa saja meskipun semua siswa tertarik untuk
maju ke depan) untuk melakukan kegiatan bermain peran. Dalam setiap kali
bermain peran guru selalu menuliskan di papan tulis angka-angka yang
bersesuaian dengan fakta yang diperagakan.
Contoh:
Soal cerita yang
akan dimainperankan:
roni memegang
kapur 2,
tito memegang
kapur 3,
kapur ali dan
kapur budi digabung
diberikan pada bu
guru
berapa kapur yang
diterima bu guru.?
Teknis
peragaannya:
Dua
orang siswa bernama Roni dan Tito dipanggil ke depan. Roni diberi kapur 2 buah
oleh gurunya. Tito diberi kapur 3 buah.
Guru
itu kemudian menanyakan kepada siswa-siswa lainnya, ”Anak-anak, berapa kapur
yang dipegang temanmu Roni?”, (sambil meminta Roni mengangkat tinggi-tinggi 2
kapur yang dipegangnya). Setelah para siswa lainnya menjawab ”dua...”, guru
kemudian menuliskan angka “2” di papan tulis.
Pertanyaan
berikutnya, ”Anak-anak, berapa kapur yang dipegang temanmu Tito?”, (sambil
meminta Tito mengangkat tinggi-tinggi 3 kapur yang dipegangnya). Setelah para
siswa lainnya menjawab ”tiga ...”, guru kemudian menuliskan angka 3 di papan
tulis, di kanan angka 2 yang sudah ditulis sebelumnya.
Perintah
guru berikutnya, ”Sekarang coba kapur Roni dan kapur Tito digabung, berikan
pada Bu guru, berapa kapur yang diterima oleh Bu guru?”. Guru kemudian
mengangkat tinggi-tinggi 5 kapur yang dipegangnya. Setelah dijawab lima oleh
siswa-siswa lainnya, guru kemudian menuliskan angka 5 di papan tulis, di
sebelah kanan angka 2 dan 3 yang sudah ditulis sebelumnya.
2 3 5
Perhatikan
bahwa tanda tambah (+) dan tanda sama dengan (=) sengaja belum ditulis, sambil
menunggu 4 atau 5 soal cerita penjumlahan lainnya yang akan dimainperankan
berikutnya.
Selanjutnya
guru memanggil lagi 2 orang siswa, misal bernama Eni dan Dita. Soal cerita yang
akan dimainperankan berikutnya misal:
dita memegang
sedotan 4
eni memegang
sedotan 2
sedotan dita dan
sedotan eni digabung
diberikan pada bu
guru
berapa sedotan
yang diterima bu guru?
Dengan
cara yang sama akhirnya Ibu guru menulis di papan tulis (di bawah tulisan no.1
tadi) “4 2 6”. Sehingga dua baris tulisan yang tampak di papan tulis adalah
2 3 5
4 2 6
Demikian
seterusnya hingga soal cerita yang ke-5. Guru memanggil seorang siswa, misal
namanya Faris. Soal yang dimainperankan misal:
Faris mempunyai
pensil 3
Diberi lagi oleh Ibu guru 1
Berapa pensil
Faris sekarang
Akhirnya
dari peragaan di atas diperoleh kalimat matematika berbentuk:
3 1 4
Sehinga
hasil seluruhnya dari 5 soal yang dimainperankan selengkapnya adalah:
2
3 5
4 2 6
1 2 3
4 1 5
3 1 4
Setelah
kelima soal tersebut selesai dimainperankan, guru kemudian melengkapi kelima
hasil peragaan tersebut dengan tanda ”+” dan ”=” sambil mengajak siswa
membacanya secara lantang.
2 + 3 = 5
...........dibaca ” dua ditambah tiga sama dengan lima”
4 + 2 =
6............dibaca ” empat ditambah dua sama dengan enam”
1 + 2 =
3............dibaca ” satu ditambah dua sama dengan tiga”
4 + 1 =
5............dibaca ” empat ditambah satu sama dengan lima”
3 + 1 = 4 ...........dibaca ” tiga ditambah
satu sama dengan empat”
2. Tahapan Semi
Konkrit (Econic)
Setelah
pengalaman konkrit melalui kegiatan bermain peran dilakukan dan dirasa siswa
sudah tampak mendapatkan gambaran tentang arti matematika dari soal cerita yang
baru saja dimainperankan, tahapan berikutnya adalah tahapan semi konkkrit. Pada
tahap ini tiap siswa diberi satu LKS. Isi LKSnya adalah soal-soal cerita yang
semuanya ditulis di atas gambar-gambar yang memperagakan soal-soal cerita
tersebut. Tujuannya untuk memantapkan pemahaman siswa yang baru saja diperoleh
dari kegiatan bermain peran.
Berikut contoh bentuk LKS yang dimaksudkan.
3. Tahapan
Abstrak (Symbolic)
Setelah
siswa menjalani tahapan pembelajaran konkrit (melalui kegiatan bermain peran)
dan semi konkrit (melaui kegiatan mengisi LKS) maka tahapan berikutnya
(terakhir) adalah abstrak. Pada tahap ini soal-soal cerita yang diberikan
kepada siswa murni soal cerita yang hanya berupa kalimat yang ditulis dalam
bentuk huruf-huruf dan angka-angka saja. Sarana yang digunakan untuk mengukur
ketercapaian tujuan pembelajarannya adalah LTS (Lembar Tugas Siswa). Berbeda
dengan LKS yang mengandung ciri-ciri konsep, LTS sama sekali abstrak sebab
tidak mengandung ciri-ciri konsep (Eli Estiningsih 1995:12). Ciri-ciri konsep yang
dimaksud diperoleh siswa pada saat kegiatan bermain peran dan mengisi LKS.
Berikut bentuk LTS yang dimaksud.
Contoh
anto
membeli 2 pensil
membeli
lagi 4 pensil
berapa
pensil anto sekarang
Jawab
2
+ 4 = 6
D. Manfaat-Manfaat Dari Penerapan Metode Pembelajaran Bermain Peran
Sambil bermain, anak-anak juga ikut belajar berbagi, belajar
mengantri atau bergiliran, dan berkomunikasi dengan teman-temannya. Ia pun
mulai belajar untuk bekerja sama dengan orang lain. Kemampuan ini termasuk
untuk memahami perasaan takut, kecewa, sedih, marah dan cemburu. Melalui
imajinasi yang dibangunnya sendiri, ia belajar mengelola dan memahami
perasaan-perasaan tersebut. Misalnya, ketika ia melakukan permainan yang
melibatkan perasaan, ia jadi mulai belajar untuk berempati dengan perasaan
orang lain. Ada 3 manfaat umum dari penerapan metode bermain peran:
1.
Kreativitas
Dalam dunia khayalan, anak bisa jadi apa saja dan melakukan apa saja. Bahkan, semakin sering ia melakukan permainan peran, akan semakin besar daya kreativitasnya terasah.
Dalam dunia khayalan, anak bisa jadi apa saja dan melakukan apa saja. Bahkan, semakin sering ia melakukan permainan peran, akan semakin besar daya kreativitasnya terasah.
2.
Disiplin
Saat bermain peran, biasanya ia mengambil peraturan dan pola hidupnya sehari-hari. Misalnya, saat ia bermain peran sebagai orangtua yang menidurkan anaknya, ia akan bersikap dan mengatakan seperti apa yang ia sering dilakukan dan dikatakan oleh orangtuanya. Sehingga secara tak langsung, ia pun membangun kedisiplinan dan keteraturan pada dirinya sendiri.
Saat bermain peran, biasanya ia mengambil peraturan dan pola hidupnya sehari-hari. Misalnya, saat ia bermain peran sebagai orangtua yang menidurkan anaknya, ia akan bersikap dan mengatakan seperti apa yang ia sering dilakukan dan dikatakan oleh orangtuanya. Sehingga secara tak langsung, ia pun membangun kedisiplinan dan keteraturan pada dirinya sendiri.
3.
Keluwesan
Saat bermain peran, secara tidak langsung anak-anak mulai belajar untuk mengatasi rasa takut dan hal-hal yang sebelumnya berbeda bagi mereka Dengan bimbingan dan perumpamaan ini, diharapkan rasa takut atau trauma si kecil akan lebih berkurang.
Saat bermain peran, secara tidak langsung anak-anak mulai belajar untuk mengatasi rasa takut dan hal-hal yang sebelumnya berbeda bagi mereka Dengan bimbingan dan perumpamaan ini, diharapkan rasa takut atau trauma si kecil akan lebih berkurang.
E. kelebihan
dan kekurangan metode pembelajaran Sosiodrama/Bermain Peran (Role Playing)
dalam kegiatan pembelajaran Matematika
Seperti
metode-metode pembelajaran yang lain,
metode pembelajaran Sosiodrama/Bermain Peranan (Role Playing) juga memiliki
kelebihan dan kekurangan. Maksudnya, tidak semua materi (terutama dalam mata
pelajaran Matematika) bisa menjadi lebih baik bila menggunakan metode ini, akan
tetapi harus dipilih dengan teliti oleh guru pengampu, mana yang baik
menggunakan metode ini dan mana yang tidak.
Berikut akan dipaparkan beberapa kelebihan dan kekurangan dari metode pembelajaran sosiodrama/bermain peran (Role Playing) dalam kegiatan pembelajaran Matematika:
1. Kelebihan metode sosiodrama
a) Dapat berkesan dengan kuat dan
tahan lama dalam ingatan siswa. Disamping merupakan pengalaman yang
menyenangkan dan sulit untuk dilupakan.
b) Sangat menarik bagi siswa,
sehingga memungkinkan kelas menjadi dinamis dan penuh antusias.
c) Membangkitkan gairah dan semangat
optimisme dalam diri siswa serta menumbuhkan rasa kebersamaan dan kesetiakawanan
sosial yang tinggi.
d) Dapat menghayati peristiwa yang
berlangsung dengan mudah, dan dapat memetik butir-butir hikmah yang terkandung
di dalamnya dengan penghayatan siswa sendiri
e) Dimungkinkan dapat meningkatkan
kemampuan profesional siswa, dan dapat menumbuhkan/membuka kesempatan bagi
lapangan kerja
2. Kekurangan/kelemahan metode sosiodrama
Metode sosiodrama dan bermain peranan memiliki sisi-sisi kelemahan. Namun yang penting disini, kelemahan dalam suatu metode tertentu dapat ditutupi dengan memakai metode yang lain. Mungkin sesekali kita perlu memakai metode diskusi, audio visual, tanya jawab, jigsaw dan metode-metode lain yang dapat dianggap melengkapi metode sosiodrama/bermain peran dalam proses pembelajaran. Kelemahan metode sosiodrama dan bermain peran ini terletak pada :
a)
Sosiodrama
dan bermain peran memerlukan waktu yang relatif panjang/banyak.
b)
Memerlukan
kreativitas dan daya kreasi yang tinggi dari pihak guru maupun siswa. Dan ini
tidak semua guru memilikinya.
c)
Kebanyakan
siswa yang ditunjuk sebagai pemeran merasa malu untuk memerankan suatu adegan
tertentu.
d)
Apabila
pelaksanaan sosiodrama dan bermain peran mengalami kegagalan, bukan saja dapat
memberi kesan kurang baik, tetapi sekaligus berarti tujuan pengajaran tidak
tercapai dan waktu menjadi sia-sia.
e)
Tidak
semua materi pelajaran dapat disajikan melalui metode ini
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Metode Bermain Peran/Sosiodrama (Role
Playing) adalah suatu cara mengajar dengan jalan
mendramatisasikan bentuk tingkah laku dalam hubungan sosial. Titik tekanannya
terletak pada keterlibatan emosional dan pengamatan indera ke dalam suatu
situasi masalah yang secara nyata dihadapi oleh peserta didik.
2. Dengan adanya keterlibatan emosional dan pengamatan indera ke dalam suatu situasi
masalah yang secara nyata dihadapi, penerapan metode Bermain
Peran/Sosiodrama (Role Playing) diharapkan mampu meningkatkan minat belajar
siswa dan kompetensi siswa dalam memecahkan soal cerita.
3. Pendekatan
yang diterapkan adalah pendekatan pemecahan masalah (Problem
Solving), dan strategi yang digunakan adalah Strategi
tidak langsung.
B. Saran
Kepada guru mata
pelajaran matematika di SD, hendaknya mampu menerapkan metode pembelajaran
Bermain Peran/Sosiodrama (Role Playing) untuk meningkatkan minat belajar siswa.
Selain itu, Guru juga
harus mampu menguasai berbagai metode pembelajaran dan bisa memilih metode yang
tepat sesuai dengan materi yang akan diajarkan.
Guru mampu menyesuaikan
kondisi lingkungan, memanfaatkan sarana yang tersedia dan menganalisa kesiapan
siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Sehingga bisa mencapai tujuan
pembelajaran secara maksimal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar